Nakba dan peristiwa pengusiran warga Palestina tidak ada habisnya, seolah-olah dunia Muslim sudah tuli
Oleh: Dr Riduan Mohamd Nor
Hidayatullah.com | TANGGAL 15 Mei setiap tahun sejak 1948 adalah tanggal yang menusuk hati dan perasaan umat Islam, peristiwa nakba Palestina atau bahkan bencana Palestina yang hilang dari peta digantikan oleh negara ilegal bernama ‘Israel’. Peristiwa pengusiran dan pembantaian warga Palestina tidak ada habisnya, seolah-olah dunia Muslim sudah tuli dan tuli terhadap tangisan para korban penindasan.
Hilangnya kepekaan dengan kejayaan Masjidil Aqsha yang diserbu zionis atau bahkan rasa simpati datang seperti biscuit chipsmore!. ‘Israel’ dengan dukungan Amerika Serikat tidak peduli dengan protes dan protes masyarakat internasional, dibantu oleh rezim negara-negara Arab yang pro terhadap negara adidaya dunia yang juga merupakan “polisi dunia”, Amerika Serikat.
Tanggal 15 Mei juga menjadi sejarah kelam bagi umat Islam di seluruh dunia ketika bulan Ramadhan yang mulia baru-baru ini dirusak oleh pasukan zionis yang menyerang dan membantai umat Islam yang sedang beribadah di Masjid Aqsha. Ratusan korban luka bahkan korban tewas ini akan terus bertambah jika dunia tidak melakukan sesuatu untuk menghentikan sikap biadab rezim zionis.
Solidaritas terhadap Masjidil Aqsha dan Palestina juga menurun di kalangan umat Islam di seluruh dunia. Hanya aksi unjuk rasa di tanah Turki, yang mengecam sikap ‘Israel’.
Di sebagian besar negara Muslim, pertumpahan darah di Masjidil Aqsha (seolah) tidak lagi menjadi isu penting untuk diperhatikan, seolah mulut kaum Muslim terkunci untuk melantunkan Qunut Nazilah. Sangat bertolak belakang dengan sepuluh malam terakhir Ramadhan, berburu malam Lailatul Qadar.
Gerakan zionis, yang didirikan pada tahun 1897, terus dengan hati-hati merencanakan untuk menaklukkan tanah Palestina. Tanah yang mereka klaim sebagai milik mereka, kemudian dijaga oleh pemerintah Islam, Khilafah Utsmaniyah.
Era imperialisme Barat, era mentalitas mata biru, era umat Islam kehilangan kekuatan politik Islam yang melihat umat Islam jatuh ke belakang juga mempercepat keangkuhan negara ilegal ‘Israel’ di tanah Palestina. Teodor Hezl yang memimpin konspirasi zionis ini meminta Sultan Abdul Hamid (II) untuk membebaskan Palestina dengan imbalan uang, namun Khilafah Utsmaniyah sejak pemerintahan Khalifah Utsman Urthugul tetap menjaga setiap jengkal tanah Palestina.
Namun gerakan zionis telah berhasil memanipulasi Kerajaan Inggris untuk melakukan perluasan kekuasaan di Palestina hingga perang tahun 1917 yang dimenangkan oleh tentara Inggris. Inggris kemudian mengundang migran Yahudi dari berbagai belahan dunia, terutama dari Eropa setelah Deklarasi Balfour.
Negara ilegal ‘Israel’ akhirnya menjadi duri daging bagi umat Islam, hinggal terjadilah pengusiran dan pembantaian umat Islam Palestina. Nakbah Palestina yang berlangsung sejak Mei 1948 terus memotret luka-luka umat Islam.
Perang Palestina melibatkan mujahidin Ikhwanul Muslimin pada tahun 1940-an dan karena alasan ini gerakan ini diseret ke jeruji penjara pada tahun 1948 oleh pihak berwenang Mesir. Sebelumnya pada tahun 1930-an, Syeikh Izzudin al-Qassam telah memutuskan berperang dan akhirnya mati syahid oleh penjajah Inggris.
Juga seorang sarjana dari dunia Melayu yang berjuang keras untuk masalah Palestina, Dr Burhanuddin al Helmi juga ditangkap dan dipenjarakan oleh Inggris. Negara-negara dan pemimpin-pemimpin Arab terkunci mulut dan tangan oleh Inggris melalui Perjanjian Postmourth. Perjanjian Portsmouth adalah perjanjian yang mengakhiri Perang Rusia-Jepang pada tahun 1905, ditandatangani di pangkalan angkatan laut Portsmouth, New Hampshire dengan perantara Theodore Roosevelt.
Dalam perjanjian ini, Jepang mendapat jaminan pengunduran diri tentara Rusia dari Manchuria Selatan yang terdiri dari penyerahan jaringan kereta api Manchuria, pelepasan kedudukan khusus Rusia Korea dan hak kontrak sewa Rusia atas Jazirah Liaotung.
Sayangnya negara-negara Arab pada 1950-an dan 60-an yang diselimuti ideologi Baath (Arabisme Sosialis), mereka tidak memiliki kekuatan untuk melindungi tanah Palestina dari perampok Zionis. Bahkan dalam Perang Enam Hari atau Perang Arab ‘Israel’ tahun 1967, tiga negara Arab Baath diinjak-injak martabatnya dan dipermalukan dengan kekalahan.
Mesir telah kehilangan wilayah Sinai, Yordania merebut Tepi Barat dan Suriah kehilangan Dataran Tinggi Golan yang strategis. Ketiga negara Arab ini juga telah kehilangan 25.000 tentara yang dibunuh oleh zionis dalam perang singkat ini, orang Arab kehilangan kekuasaan dan kejayaan tanpa Islam.
Namun hikmah dari kekalahan ini telah memicu semangat kebangkitan Islam di kalangan generasi muda terpelajar di Timur Tengah.
Mesir akhirnya berhasil merebut kembali Semenanjung Sinai dalam Perang Ramadhan 1973, dengan bantuan ulama dan sentimen kebangkitan Islam. Bulan jihad dan kemenangan sangat memotivasi umat Islam untuk berperang.
Tetapi rezim Mesir setelah Perang Ramadhan 1973 kembali melakukan aksi terorisme dan menangkapi aktivis Islam, memasukkan mereka kembali ke jeruji penjara.
Sesungguhnya cahaya kemenangan hanya tampak bersinar dengan perjuangan yang dilandasi iman. Di Gaza, munculnya gerakan HAMAS pada tahun 1987, menetapkan tujuan untuk membebaskan setiap tanah Palestina yang direbut oleh zionis.
Syeikh Ahmad Yasin memimpin gerakan jihad ini hingga terlihat bahwa HAMAS adalah pembela utama Palestina dan gerakan ini telah membayar mahal dalam usahanya mengangkat perjuangan pembebasan Palestina. Sayap militer HAMAS, Al Qassam telah berhasil dalam banyak rangkaian pertempuran dan hingga saat ini telah mengawasi upaya-upaya zionis untuk melumpuhkan Gaza.
Upaya penyelamatan al-Quds atau Baitul Maqdis memang memerlukan upaya yang terus menerus, sistematis dan penanaman komitmen politik seluruh pemerintah Muslim di seluruh dunia. Sayangnya saat ini, keseriusan menyelamatkan al Quds sangat sederhana dan bahkan sangat membuat frustrasi.
Misalnya, ketika Erdogan berinisiatif untuk mengadakan pertemuan kepemimpinan OKI di Istanbul pada 2018, total 23 negara tidak mengirimkan delegasi. Lihatlah bagaimana sikap negara Teluk terhadap Qatar pada Juni 2017, negara itu dikucilkan oleh negara-negara Teluk lainnya karena melindungi kepemimpinan HAMAS.
Lihat juga sikap penguasa Saudi yang sangat menjengkelkan dan sangat mengecewakan umat Islam dalam masalah Palestina ini. Bagi penulis, upaya penyelamatan al-Quds harus sejajar dengan upaya membantu Gaza yang terkepung.
Dunia Muslim harus bangkit dan menuntut agar pemerintah kudeta Mesir membuka gerbang perbatasan Rafah untuk memfasilitasi masyarakat internasional untuk membantu membangun kembali Gaza, yang telah dirusak oleh serangan Zionis.
Perjuangan untuk membebaskan Palestina adalah milik seluruh umat Islam dan melampaui batas-batas politik dan kotak kecil negara-bangsa. Bangkitlah wahai kaum Muslimin! Nakbah Palestina yang berusia 74 tahun dan selama dua tahun sekarang mereka telah merayakan dengan kemuliaan penderitaan rakyat Palestina dengan pemindahan ibu kota ‘Israel’ ke tanah suci umat Islam. Kita adalah manusia paling bodoh jika rajin beribadah tapi melupakan nasib tanah Palestina, kiblat pertama kaum muslimin dan Masjidil Aqsha.*
Artikel dimuat di harakah daily