Jum’at, 18 November 2005
Hidayatullah.com—Mereka mengaku sering mendapat tekanan dan penganiayaan dari tentara Amerika. Mereka juga mengaku sering ditakut-takuti dengan hukuman mati selama mereka berada dalam cengkeraman tentara AS. Demikian laporan satu stasiun televisi ABC yang disiarkan Senin kemarin.
Kedua orang Iraq itu, Thahee Sabbar dan Sherzad Khalid, mengatakan kepada stasiun televisi ABC bahwa mereka ditahan Juli 2003, berulangkali mengalami penyiksaan dan dibebaskan beberapa bulan kemudian tanpa dakwaan apa pun.
Laporan tersebut tak menyebutkan di mana kedua orang itu diciduk. Mereka berulangkali ditahan di penjara Abu Ghraib. Abu Ghraib sendiri semula adalah sebuah istana Garda Republik Saddam Hussein yang diubah menjadi sebuah instalasi militer AS setelah Saddam terguling.
"Saya sangat terkejut ketika mereka menangkap saya," kata Khalid. "Mereka tak memberi alasan mengapa mereka membawa saya. Saya bertanya kepada mereka, tetapi mereka tak menjawab. Satu-satunya jawaban ialah pukulan keras," katanya.
"Kami sering menerima ancaman akan dihukum mati kalau tidak mengaku. Mereka juga memukuli, menyetrum dan menembak," kata Sabbar.
Stasiun televisi itu juga melaporkan, tentara AS secara rutin menanyai tahanan untuk mengorek informasi mengenai mantan presiden Iraq Saddam Hussein dan menghukum mereka ketika jawaban mereka ternyata mengecewakan.
"Saya berkata kepada mereka, bagaimana saya tahu di mana Saddam berada dan saya menduga bahwa mereka sedang mengolok-olok saya. Dan itu sebabnya mengapa saya tertawa. Dan ia memukul saya lagi," kata Khalid melalui penerjemah.
Khalid menuduh tentara AS membawa dia ke satu kandang yang berisi singa hidup dan mengancam akan melempar dia serta tahanan lain ke kandang singa itu, jika mereka tak mau mengaku.
Pada satu keadaan, Sabbar menuduh ia dan tahanan lain menjadi sasaran hukuman mati bohong-bohongan.
"Mereka mengarahkan senjata mereka ke kami," kata Sabbar. "Dan mereka menembak, menembak ke arah dada dan kepala kami. Dan ketika suara tembakan terdengar, sebagian dari kami jatuh pingsan. Sebagian mulai menangis. Sebagian bahkan sampai terkencing-kencing. Dan mereka tertawa sepanjang waktu," katanya.
Laporan itu merupakan tuduhan paling akhir mengenai penyiksaan dan pelecehan terhadap pemerintah AS, menyusul skandal pelecehan tahanan di penjara Abu Ghraib, Iraq, kecaman di dalam serta luar negeri terhadap kebijakan Gedung Putih memperlakukan tahanan.
Presiden AS George W Bush telah berkeras bahwa Amerika Serikat tak melakukan penyiksaan. Namun pemerintahnya telah melakukan lobi untuk menentang satu usul dari Senator John McCain yang secara tegas akan melarang penyiksaan dan tindakan kejam, perlakuan tak manusiawi terhadap tahanan.
Kelompok American Civil Liberties Union dan Human Rights First telah mengajukan tuntutan hukum atas nama delapan mantan tahanan, termasuk Sabbar dan Khalid, pada Maret 2005.
Menteri Pertahanan AS Donald Rumsfeld dinyatakan bertanggung jawab atas perlakukan kasar yang mereka terima dan mereka katakan melanggar hukum AS serta hukum internasional.
"Pemerintah AS telah mengonfirmasi bahwa kedua pria tersebut memang pernah ditahan namun tidak memberikan komentar secara langsung tuduhan mereka," kata stasiun televisi ABC.
Khalid menuduh tentara AS yang melakukan penjagaan mengancam akan menyodomi dia dengan tongkat kayu dan mereka mematahkan giginya ketika mereka pertama kali menahan dia. (ap/ant/sk)