IA menatap dalam-dalam sederet rerumputan liar yang mengelilingi pohon. Bunga-bunga yang tumbuh rapi di tanah kosong, pepohonan bambu ramai yang bergoyang tak luput dari incaran matanya sekaligus menemaninya mengahabiskan waktu siangnya.
Di siang yang terik itu Mat Kholiq (40) baru saja kembali dari aktivitas rutinnya mencari rumput untuk kambing dan ayam peliharaannya. Mat Kholiq menggembalakan hewan piaraan tidak sebagaimana orang biasa, di atas sepeda roda tiga, Maklu, ia memiliki fisik kurang sempurna. Kedua kakinya mengecil, tulang-tulangnya membengkok akibat kelumpuhan yang dialaminya semenjak lahir.
“Saya sudah begini sejak lahir, “ ujar Kholik kepada hidayatullah.com.
Lumpuh yang dialami membuatnya kesulitan dalam beraktivitas. Meski demikian, semua pekerjaan hidup ia lakukan dengan mandiri. Memasak, makan, mandi, mengenakan pakaian dan bekerja dilakukannya sendiri. Ia tak ingin merepotkan orang lain dengan kekurang dirinya.
Kemanapun pergi, sepeda roda tiga miliknya siap mengantarkannya. Kendaraan vital ini dibelinya dua tahun lalu itu seharga seratus ribu rupiah, merupakan sepeda yang didesain secara khusus untuk yang tak memiliki tubuh sempurna, sepertinya.
“Sepeda ini saya beli dari orang kampung sebelah, harganya pun murah Alhamdulillah, ” ujarnya riang.
Harga sepeda itu sebenarnya enam ratus ribu rupiah, tapi orang yang menjual menghendaki harganya sebesar seratus ribu saja.
Alhamdulillah, dengan keberadaan kendaraan ini, pekerjaan sehari-hari Mat Kholiq sangat terbantu. Sepeda roda tiga berwarna hitam ini ibarat kaki sempurna baginya. Mobilitasnyapun menurutnya lebih mudah daripada sewaktu menggunakan tongkat.
Memelihara kambing
Meski tidak memiliki tubuh sempurna, jangan dibayangkan Mat Kholiq hanya diam saja. Sebagaimana layaknya orang lain, ia memiliki kesibukan sehari-hari sebagai penggembala kambing.
Ia memilihara kambing milik orang lain sebanyak enam ekor dan juga ayam.
”Saya pelihara kambing dan ayam milik orang,” ucap pria yang tinggal di Desa Grande Krajan, Kecamatan Puger Jember ini.
Ia menganggap cacat bukanlah sebuah kekurangan, namun ujian untuk dirinya sendiri sekaligus untuk orang lain.
Sebelumnya, pria yang masih lajang ini pernah pula tertekan menghadapi kekurangan dirinya. Bahkan ia berani protes kepada Allah Subhanahu Wata’a atas kekurangan yang dimiliki.
“Aku pernah marah pada Allah, Yaa Allah mengapa aku begini,” cetusnya. Namun seiringnya waktu ia pun mulai menerima dirinya. Ia mengaku, kehidupannya makin normal setelah ada kendaraan yang menemaninya sehari-hari beraktifitas.
“Hidupku kini pun normal seperti manusia biasa. Tetangga di sekitarnya pun baik padaku.”
Berangsur-angsur, Kholiq merasa dirinya sebagai hamba Allah yang paling spesial dibanding orang lain.
”Aku merasa disayang Allah, dengan tubuhku yang cacat ini aku masih bisa shalat di mushollah lima waktu,” ucapnya.
Memang Allah memberinya kaki yang cacat, tapi dengan sayang-Nya pula, kelumpuhan itu telah membuatnya lebih bisa mendekatkan diri pada Allah, ujarnya.
“Alhamdulillah masih bisa berjalan dengan sepeda ini, aku pun sekarang tak miliki alasan untuk tidak datang ke rumah-Nya melaksanakan shalat lima waktu,” tuturnya. Menurut Kholiq, itu bentuk dan bagian cintanya pada Allah.
“Allah menyayangiku dengan mencondongkan hatiku taat beribadah kepada-Nya, meskipun aku datang padanya dengan cacat fisik,” ucapnya.*