Hidayatullah.com–Minuman beralkohol diketahui dapat menyebabkan gangguan hati, radang pankreas, serta rusaknya sistem otot dan jantung. Namun tahu kah Anda bahwa alkohol jug bisa membuat seseorang kehilangan rasa humor?
Alkohol menyebabkan perubahan metabolisme otak, yang membuat seseorang berubah sikap dan perilakunya. Dalam otak terdapat bagian bernama punch line yang membantu orang mengatur rasa humor, dan jika rusak maka orang akan sulit memahami humor.
Pakar neuropsikologi Jennifer Uekermann melakukan percobaan guna mengetahui bagaimana pecandu alkohol mengolah emosi dan rangsangan sosial dengan bantuan lelucon. Untuk itu Uekerman menyeleksi sekitar 20 ribu lelucon. Dari sana ia mengambil 24 lelucon yang dianggap memenuhi kriteria tertentu.
Peneliti melakukan ujicoba terhadap 29 orang sehat dan 29 pecandu alkohol. Mereka diberikan cerita lucu yang belum tuntas dan harus memilih akhir kisahnya dari empat opsi yang diberikan. Dari kelompok pecandu, hanya sedikit yang mampu menarik inti cerita lelucon tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa terjadi pengurangan kemampuan berpikir di kalangan pecandu alkohol.
Uekermann menjelaskan bahwa untuk menyimpulkan rasa humor beberapa bagian otak yang berbeda aktif bekerja, terutama bagian otak cortex prefrontal. Artinya jika lelucon tidak sampai merangsang cortex prefrontal, maka orang yang bersangkutan juga sulit berinteraksi dengan orang lain. Baik dalam pekerjaan maupun dalam situasi pribadi.
Cortex prefontal terletak di bagian depan otak besar atau lobus frontal otak besar. Dan memiliki peran kunci dalam hubungan interaksi antar manusia. Misalnya dalam mengolah rangsangan sosial dan proses berpikir untuk menyusun rencana dan mencari solusi.
Menurut pakar, pengolahan rasa humor berlangsung dua tahap. Pertama, dengan menemukan ketidakselarasan dan penjelasannya. Kedua, kemampuan seseorang untuk merasakan bahwa sebuah lelucon itu lucu. Hal itu tergantung kemampuan orang bersangkutan, apakah ia bisa menempatkan dirinya dalam posisi orang lain. Para pakar menyebut kemampuan itu sebagai Theory of Mind.
Namun jika seseorang tidak langsung tertawa ketika mendengar lelucon, bukan berarti ia mengalami gangguan otak. Sebab seperti kata Uekermann, “Apa yang oleh seseorang dianggap lucu adalah hal yang sangat subyektif .”*