Bagaimana mungkin Prof. Protsch sampai melakukan kebohongan secara sistematis selama 30 tahun tanpa kepergok? Media massa Jerman menguak, ternyata sang Profesor tidaklah sendirian.Hidayatullah.com–Di antara fosil-fosil yang usianya dipalsukan oleh profesor Protsch adalah Manusia Hahnhöfersand. Fosil ini memainkan peran kunci dalam perdebatan mengenai benar tidaknya Manusia Neanderthal telah mengawini Homo sapiens zaman modern. Manusia Neanderthal, yang terpisahkan dari manusia modern semata-mata karena perbedaan-perbedaan ras, menghilang sekitar 30.000 tahun lalu. Di masa itu Eropa adalah wilayah kekuasaan mereka, Homo sapiens datang kemudian. Apakah Homo sapiens terlibat pertikaian dengan ras Neanderthal dan kemudian menghabisinya, atau apakah keduanya telah kawin?Di antara mereka yang mencari jawaban atas pertanyaan itu, kalangan peneliti tertentu yang berpihak pada teori perkawinan silang antar kedua jenis ras tersebut, menyatakan bahwa mereka melihat bekas-bekas anatomis keduanya pada fosil Manusia Hahnhöfersand dan mengemukakan hal ini sebagai bukti kebenaran pendapat mereka. Menurut para peneliti ini, fosil itu menunjukkan bahwa manusia Neanderthals dan Homo sapiens telah membaur dan saling mengawini.Namun, mereka yang merujuk fosil itu sebagai bukti tidaklah sadar bahwa Protsch telah memalsukan usia fosil tersebut. Umur palsu yang ditetapkan bagi Manusia Hahnhöfersand oleh Protsch adalah 36.000 tahun. Oleh karena Neanderthal menghilang 30.000 tahun silam, penanggalan usia yang diberikan Protsch menyingkap keadaan yang sama sekali cocok untuk digunakan sebagai bukti yang mendukung teori kawin campur itu.Nenek moyang palsu orang JermanDengan penanggalan usia ini Protsch dengan seketika menjadikan fosil ini bernilai amat penting, dan menyatakan bahwa fosil itu sebagai “mata rantai hilang” yang harus ada antara manusia modern dan Neanderthal. Demikian ulasan korang Inggris The Guardian, 19 Februari 2005.Ketika debat mengenai Neanderthal dan Homo sapiens berlanjut, fosil ini mendapatkan tempat istimewa tersendiri di mata masyarakat Jerman. Itu karena fosil tersebut, yang ditemukan di Jerman sebelah utara, adalah yang tertua yang pernah ditemukan di wilayah itu, dan diberi julukan “manusia Jerman tertua.”Penanggalan palsu oleh Protsch dan penggunaan istilah menipu seperti “mata rantai hilang” telah menjadikan si “manusia Jerman tertua” dibubuhi ciri-ciri khayalan yang sejatinya tidak ada padanya. Alhasil, propaganda evolusi menjadi bagian dari pengenalan fosil itu kepada rakyat Jerman. Masyarakat Jerman dicekoki dengan pemikiran bahwa nenek moyang mereka adalah sesosok mata rantai yang hilang, makhluk mirip monyet yang dimunculkan melalui proses evolusi rekaan.penipuanSebuah lembaga yang mengemuka dalam penipuan yang dijadikan propaganda evolusi ini adalah Museum Helms di Hamburg. Pejabat Museum, yang menyelenggarakan pameran untuk mengenalkan fosil tersebut kepada masyarakat umum, membuat poster yang sama sekali tidak ilmiah. Meskipun tulang-belulang itu tidak menyediakan bukti apa pun mengenai seluk-beluk seperti bibir, hidung, warna kulit dan tatapan wajah Manusia Hahnhöfersand, mereka sampai pada sebuah bentuk reka-ulang atau rekonstruksi, yang memunculkan ciri-ciri tulang-belulang menyerupai kera.Banyak pengunjung membanjiri museum untuk melihat fosil tersebut. Mereka diberitahu kisah manusia yang terbentuk melalui evolusi dan bahwa Manusia Hahnhöfersand mewakili sesosok “matai rantai yang hilang” dalam apa yang dijuluki sebagai sejarah evolusi orang-orang Jerman.Namun, tulang-belulang yang disaksikan para pengunjung tersebut ternyata adalah bukti yang tidak membenarkan teori evolusi. Sebaliknya, kerangka itu malah menjadi petunjuk nyata pemalsuan evolusionis. Penentuan usia dan penafsiran berdasarkan bukti palsu Protsch menjadikan Manusia Hahnhöfersand dijuluki sebagai mata rantai hilang, yang ditampilkan oleh pihak museum menurut dongeng khayal evolusi yang mereka percayai dengan membabi buta.Meskipun begitu, ada penipuan besar sedang terjadi di sini. Kebenaran yang diungkap saat pengujian terakhir di Oxford menyingkap bahwa fosil tersebut, yang dikemukakan kaum evolusionis sebagai berpenampakan manusia-kera, ternyata hanya berusia 7.500 tahun. Manusia Hahnhöfersand adalah manusia biasa yang telah hidup hanya sekitar 2.000 tahun sebelum adanya peradaban-peradaban seperti Sumeria dan Mesir Kuno, serta tidak ada kaitannya dengan lukisan manusia-kera yang ditampilkan dalam poster museum Helms itu. Ia sangat pasti bukanlah mata rantai hilang yang menghubungkan Neanderthal dan Homo sapiens. Protsch telah membohongi rekan-rekannya sekaligus seluruh masyarakat dengan pernyataan itu.Pakar arkeologi Thomas Terberger membuat pernyataan ini ketika penipuan itu dibongkar: Karya Prof Protsch tampak membuktikan bahwa secara anatomis manusia-manusia modern dan Neanderthal telah ada bersamaan, dan bahkan mungkin memiliki anak bersama. Sekarang hal ini terlihat sebagai sampah. (Harding, “History of modern man unravels as German scholar is exposed as fraud,” The Guardian, 19 Februari 2005)Para evolusionis “membuat” sosok manusia-kera dari sepotong fosil manusia yang dapat dikatakan “sangat baru,” dan tidak memiliki rasa malu menyatakan metoda pemalsuan ini kepada masyarakat sebagai “ilmu pengetahuan.”Kebohongan Evolusi Yang Dilakukan Bersama-SamaNyatanya, kebohongan-kebohongan profesor evolusionis tersebut bukannya tidak diketahui. Penipuan itu dilakukan di siang bolong. Dalam perkara memalukan itu kaidah-kaidah umum tertentu berkenaan dengan penelitian ilmiah diabaikan dan penipuan itu pura-pura tidak diketahui.Protsch telah menunjukkan sebelumnya, dengan sangat nyata, bahwa dirinya tidak memiliki kecakapan ilmiah apa pun. Menurut laporan majalah Stern 17 Agustus 2004 dengan judul “Schmu bei Steinzeit-Schädeln”, sang antropolog Jerman itu didapati bersalah pada tahun 2000 karena berusaha mendapatkan gelar doktor yang kedua melalui cara ilegal, dan dikenai hukuman denda setimpal.Lagi menurut Stern, kekeliruan penanggalan usia sebelumnya telah diketahui di berbagai pengujian yang dilakukan oleh Universitas Oxford di tahun 2000, dan telah lama diketahui bahwa tengkorak yang dikenal sebagai Paderborn-Sande hidup hanya beberapa ratus tahun lalu. Para pejabat universitas itu sebenarnya sudah diperingatkan oleh para pakar ketika sang profesor untuk kali pertama dipekerjakan dan diberitahu bahwa ia tidak cakap untuk pekerjaan itu, demikian ungkap Deutsche-Welle, 18 Februari 2005.Semua ini telah diketahui oleh administrasi Universitas Frankfurt, tapi mereka tidak melakukan tindakan apa pun. Hanya setelah penipuan-penipuan muncul di media massa presiden universitas Rudolf Steinberg mengaku bahwa bagian administrasi lembaga itu telah mengabaikan perbuatan buruk sang profesor selama puluhan tahun meskipun ada bukti yang menunjukkan kesalahan-kesalahannya.Ketika Protsch secara sistematis dan metodologi melakukan kebohongan itu, pihak administrasi universitas mengabaikan bukti-bukti penipuan tersebut dan rekan-rekannya gagal mematuhi sejumlah kaidah baku ilmiah.Sebagaimana kaidah umum di kalangan ilmuwan cabang ilmu tertentu (antropologi, misalnya) tindak kehati-hatian dilakukan dengan tidak membiarkan pengujian di bidang tertentu (penanggalan usia, misalnya) dilakukan oleh satu orang. Para ilmuwan mengulang penelitian-penelitian yang dilakukan di antara mereka untuk melihat apakah mereka mendapatkan kesimpulan yang sama. Semakin baik kaidah ini diterapkan dalam dunia nyata, maka semakin dapat dipercayalah pengujian itu, termasuk pula temuan yang diungkap oleh cabang ilmu itu.Namun, penanggalan usia oleh Protsch tidaklah diperiksa selama puluhan tahun, bukti kebohongannya tidak dipedulikan, dan pernyataan palsu evolusionis mengenai usia Manusia Hahnhöfersand itu dikemukakan sebagai sebuah fakta ilmiah kepada puluhan ribu orang di museum tersebut. Apa yang muncul di permukaan adalah sebuah “kebohongan evolusi yang dilakukan bersama-sama”, yang melibatkan pejabat museum, pengelola universitas dan rekan-rekan Protsch.Kebohongan evolusi bersandarkan pada pemalsuan yang dilakukan secara bersama-sama ini, di bawah pimpinan Protsch, bukanlah yang “pertama”. Bahkan, penipuan adalah “tradisi turun-temurun yang masih hidup” di kalangan evolusionis. Bahkan seolah mereka berlomba-lomba memalsukan bukti evolusi yang memang tidak pernah ada itu, selain dalam khayalan mereka.Kebohongan tiada hentipenipuan2Daftar panjang kebohongan turun-temurun evolusionis nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda jera. Pemalsuan itu tetap saja dilakukan, seolah tidak ada rasa malu dan bersalah. Pemalsuan Manusia Piltdown, skandal Manusia Nebraska, gambar rekaan embrio Haeckel dan fosil reptil laut palsu yang dipajang selama 116 tahun hanyalah beberapa di antaranya.Charles Dawson mengaku telah menemukan fosil manusia-kera yang dijuluki Manusia Piltdown di tahun 1912, di Sussex, Inggris. Fosil itu pamerkan di Museum Inggris selama sekitar 40 tahun sebelum akhirnya diketahui pemalsuan yang dilakukan dengan cara merekatkan rahang monyet pada tengkorak manusia.Sepotong gigi yang ditemukan tahun 1922 di Nebraska, AS, pernah dijadikan bukti tentang keberadaan Manusia Nebraska. Rekonstruksi pun dilakukan, termasuk lukisan keseluruhan tubuh, bahkan keluarga, dari si Manusia Nebraska itu hanya berdasarkan satu potong gigi saja. Namun, dongeng manusia kera yang terlanjur diberi nama latin Hesperopithecus haroldcooki itu pun lantas menguap seketika setelah diketemukan bagian lain dari rangkanya. Gigi yang sebelumnya dianggap milik manusia-monyet itu akhirnya diketahui ternyata milik seekor babi liar Amerika!Menjelang akhir abad ke-19, biologiwan Jerman, Ernst Haeckel, menyatakan bahwa tahapan-tahapan yang dialami makhluk hidup selama perkembangan embrio mereka mengulangi sejarah evolusi kehidupan yang direka-reka itu. Kata Haeckel, embrio manusia mengalami tahapan runut yang melewati bentuk ikan, reptil dan manusia. Ia berusaha membuktikan pernyataannya dengan lukisan-lukisan yang dibuatnya sendiri. Namun ketidakabsahan lukisannya terbongkar di zaman itu juga. Selain itu, Haeckel telah sengaja menyelewengkan lukisan-lukisan itu untuk dicocok-cocokkan dengan pernyatannya.Tapi alih-alih membongkar kepalsuan dan mengubur konsep keliru Haeckel itu untuk selamanya, ilmuwan evolusionis malah menampilkan lukisan memalukan buatan Haeckel itu sebagai fakta ilmiah. Mereka menyalin ulang gambar-gambar hasil rekayasa Haeckel yang tidak ilmiah itu dan mencantumkannya dalam buku-buku pelajaran selama lebih dari seratus tahun.Fosil reptil laut palsu sempat dipajang di Museum Nasional Wales di kota Cardiff, Inggris, setelah diperlihatkan kepada pengunjung selama 116 tahun. Fosil itu diketahui pemalsuan yang disengaja, dan merupakan pemberian seorang pengumpul fosil bernama Samuel Allen pada tahun1884.Kepalsuan itu diepergoki secara tidak disengaja setelah pihak museum memutuskan bahwa plester retak pada pajangan itu perlu diganti. Saat itulah ditemukan bahwa ternyata tengkorak kepalanya adalah milik hewan Icthyosaurus communis yang terekat pada batu berwarna abu-abu. Akan tetapi, bagian tubuhnya terekat pada batu berwarna coklat muda, dan diketahui milik binatang berbeda, namun mirip, Leptonectes tenuirostris. Tulang belulang selebihnya dibuat dari plester dan ditempelkan pada batu tersebut agar tampak asli. Selain itu, salah satu siripnya juga palsu. [wwn/guardian/dw/stern/bbc/hidayatullah.com]