Oleh: Ahmad Munir
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barokah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS: Al-A’raaf : 96)
Mengapa uang yang banyak, rumah yang besar, istri yang jelita atau suami yang tampan, ilmu yang luas tidak mengangkat derajat pemiliknya? Malah menghinakannya? bukan kebahagiaan atau ketentraman yang diperoleh melainkan masalah dan malapetaka. Apa sebabnya? Sebenarnya penyebabnya sederhana sekali, yakni bahwa semua itu tidak barakah.
Kita tidak boleh cukup senang memiliki sesuatu. Tetapi yang harus lebih kita senangi adalah keberkahan atas segala sesuatu itu. Jadi bukan takut tidak memiliki sesuatu tetapi harus lebih takut sesuatu yang sudah dimiliki tidak membawa berkah.
Kita lihat, misalnya suatu rumah tangga yang penuh dengan percekcokan, sebenarnya harus dicurigai jangan-jangan prosedur, keilmuan, dan etika dalam mengarungi dunia rumah tangga tidak cocok dengan yang disyariatkan Allah Subhanahu Wata’ala .
Muslim harus takut dengan hidup yang tidak berkah, yaitu hidup yang tidak bermanfat bagi dunia juga tidak bermanfaat bagi akhirat. Mulailah berhati-hati dengan uang.
Bagaimana supaya uang menjadi berkah?
Jujur
Seperti halnya gelas. Gelas hanya bisa enak digunakan untuk minum kalau terlebih dahulu gelas itu kita bersihkan. Jangan sekali-kali kita mencoba untuk tidak jujur.
Sebab, jujur atau tidak jujur tetap Allah Subhanahu Wata’ala yang memberi. Rizki penjahat datang dari Allah Subhanahu Wata’ala, rizki takmir masjid juga datang dari Allah Subhanahu Wata’ala .
Bedanya, rizki yang diberikan kepada penjahat tadi haram, tidak berkah, sedangkah yang diberikan kepada orang jujur adalah rizki yang berkah. Sebab sebenarnya meskipun penjahat, kalau Allah Subhanahu Wata’ala tidak memberi, tidak pernah dia dapatkan hasilnya. Banyak pencuri yang gagal, koruptor yang gagal. Semua itu karena kehendak Allah Subhanahu Wata’ala .
Hak orang lain
Sesudah kita jujur, hati-hati pula jangan sampai ada hal-hak orang lain yang terampas atau belum tertunaikan, apalagi hak ummat. Na’udzubillahi min dzalik.
Alkisah, Umar bin Abdul Aziz r.a., ketika beliau sedang mengerjakan tugas negara malam hari di rumahnya, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu kamar. Kemudian beliau membuka pintu dan lampu di kamar tersebut dimatikannya. Si anak lalu bertanya, “Kenapa lampu engkau matikan, ya Abi?” lalu beliau menjawab, “Karena minyak pada lampu ini milik negara. Tidak layak kita membicarakan urusan keluarga dengan menggunakan fasilitas negara”, begitulah Umar, sangat hati-hatinya karena mengharapkan hidupnya mendapat ridha dan berkah dari Allah Subhanahu Wata’ala .
Dari cerita yang dikisahkan di atas mengandung berbagai hikmah yang dapat kita teladani. Menggunakan jabatan dan wewenang yang sangat membawa berkah tiada lain kecuali mengenyampingkan kepentingan dan kesenangan pribadi di atas hak dan kesenangan Allah Subhanahu Wata’ala .
Harta kekayaan yang melimpah yang kita kuasai, yang membawa berkah, tiada lain kecuali harta yang bersih yang tertunaikan kewajiban-kewajibannya baik hak orang lain apalagi hak umat. Wallahu a’lam.*