RASANYA nyaris semua orang terpelajar memahami bahwa untuk sukses, baik menjadi guru, pengusaha, trainer, atau profesi lainnya, rencana adalah bagian penting setelah hadirnya niat atau keinginan untuk sukses.
Namun demikian, terhadap hal iman, banyak yang biasa-biasa saja menyikapinya, sebagian besar juga tidak sedikit yang mengabaikannya.
Padahal, iman adalah perkara azasi, yang tidak ada perkara maha penting dalam hidup ini selain perkara iman.
Ketika ditanya apakah ada rencana untuk meningkatkan iman, hampir semua tidak memiliki jawaban jelas. Padahal, untuk hal tersebut, Imam Bukhari memberikan rumus, bagaimana meningkatkan iman dan mampu bertahan dalam keimanan itu, melalui 57 hadits yang beliau tulis di dalam bab iman.
Di sana termaktub apa yang harus dilakukan jika ingin menguatkan dan menyempurnakan iman alias rumus meningkatkan keimanan. Dan, tentu saja, semua harus masuk dalam daftar rencana hidup harian sepanjang hayat.
Beberapa di antaranya adalah berniat untuk tidak berkata atau bertindak melainkan kebaikan.
“Orang Islam itu adalah orang yang orang-orang Islam lain selamat dari lidah dan tangannya; dan orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari).
Baca: Siapa Mengajak Kebaikan, Ia Memperoleh Pahala seperti Pahala yang Mengikuti
Dalam rangka meningkatkan iman, hemat berkata-kata itu baik, apalagi jika dirasa semakin banyak bicara semakin berkurang manfaat dan keutamaan dari pembicaraan alias menyakiti sesama, diam jauh lebih baik. Jika ini tidak direncanakan, lisan bisa berkata-kata tanpa kendali.
Kemudian, memberikan makanan. “Islam manakah yang lebih baik?” Rasulullah bersabda, “Kamu memberikan makanan dan mengucapkan salam atas orang yang kamu kenal dan tidak kamu kenal.” (HR. Bukhari).
Suatu riwayat menarik berhasil dilakukan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Nampaknya semua amalan yang meningkatkan iman menjadi catatan penting dari agenda hidupnya setiap hari.
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan bahwa suatu hari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabatnya:
Siapakah diantara kalian yang berpuasa hari ini?’
Abu Bakar menjawab,’Saya.’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapakah diantara kalian yang telah mengantar jenazah hari ini?’
Abu Bakar pun menjawab, ‘Saya.’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya, ‘Siapakah diantara kalian yang telah memberi makan orang miskin hari ini?’ Abu Bakar menjawab lagi, ‘Saya.’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih bertanya lagi, ‘Siapakah diantara kalian yang telah menjenguk orang sakit hari ini?’
Abu Bakar pun menjawab lagi, ‘Saya.’
Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah amal-amal yang telah disebutkan tadi berkumpul pada satu orang, melainkan ia akan masuk Surga.” (HR. Muslim).
Hadits itu menunjukkan betapa seorang Abu Bakar memiliki agenda dalam hidupnya untuk melakukan banyak amalan sholeh. Dan, kita sendiri memahami, bahwa tidak akan ada amalan sholeh yang akan dilakukan oleh seseorang melainkan ia telah berniat lebih awal atau ada niat untuk benar-benar mengerjakannya.
Bagaimana orang yang melakukan itu semua tidak akan masuk Surga, sementara imannya terus meningkat alias bertambah dan terus bertambah. “Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam [19]: 76).
Terkait menambah keimanan ini, Mu’adz pernah berkata kepada kawan-kawannya, “Duduklah di sini bersama kami sesaat, untuk menambah keimanan kita.” Dengan demikian, iman haruslah direncanakan untuk senantiasa ditingkatkan, termasuk bersama teman-teman dalam pergaulan.
Hal di atas memang patut menjadi panutan diri setiap Muslim dalam mengisi kehidupan, sebab dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, iman berarti membenarkan yang bersifat khusus, yaitu pembenaran kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, serta pembenaran pada qadar (takdir) yang baik maupun buruk.
Apabila hal ini dilakukan, insya Allah akan didatangkan oleh-Nya di dalam qalbu kita rasa cinta pada keimanan.
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ فِيكُمۡ رَسُولَ ٱللَّهِۚ لَوۡ يُطِيعُكُمۡ فِى كَثِيرٍ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ لَعَنِتُّمۡ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَـٰنَ وَزَيَّنَهُ ۥ فِى قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلرَّٲشِدُونَ (٧)
“Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujurat [49]: 7).
Kemudian menjadikan amal sholeh sebagai buruan pertama dan utama dalam setiap kesempatan dalam hidupnya.
أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهٌ۬ وَٲحِدٌ۬ۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلاً۬ صَـٰلِحً۬ا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا (١١٠)
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 110). Wallahu a’lam.*