Hidayatullah.com—Relawan pendorong kursi roda di Masjidil Haram menaikkan harga biaya sewa dan layanan mencapai 2,7 kali lipat selama Ramadan mengundang keluhan dari jemaah yang sedang menunaikan umrah pada saat ini.
Menurut jemaah umrah kepada koran Al-Madina dikutip portal Saudi Gazette, mengataka, biaya yang dikenakan pendorong kursi roda itu dinilai terlalu tinggi.
“Mulai Ramadan ini, mereka menaikkan biaya sewa dan layanan sampai 200 riyal (Rp. 600.000, untuk kurs 3000) meskipun pemerintah menetapkan biaya tersebut pada 75 riyal (Rp. 225.000),” kata seorang jamaah yang tidak mau namanya diungkapkan.
Sejumlah peziarah mengeluhkan eksploitasi seorang tukang sepatu di dalam Masjidil Haram yang mengatakan bahwa mereka membebankan harga selangit.
Jemaah umroh telah meminta Kementerian Urusan Dua Masjid Suci untuk campur tangan dan mengendalikan kenaikan harga dan berjaga-jaga pada penyedia layanan yang dinilai mengambil keuntungan para jamaah.
Keluhan sama dibuat Fahd Al-Saedi yang mengerjakan umrah di Masjidil Haram minggu lalu.
Baca: “Bus Wisatawan ‘Madinah Siap Antar Jamaah ke 11 Situs Bersejarah
Menurutnya, dia ingin menggunakan layanan kursi roda untuk membantu ibunya yang uzur menunaikan umrah tanpa mengalami kesulitan.
“Apa yang mengejutkan saya, pemilik kursi roda itu meminta saya membayar sewa sebesar 200 riyal untuk mengerjakan sa’i,” katanya.
Tambahkan mengejutkan Fahd, pendorong kursi roda itu menolak menunjukkan kartu izin sebagai pendorong kursi roda pada dadanya, selain pria itu memakai jaket berwarna abu-abu.
Katanya, saat kejadian sedang masuk waktu Isya’ dan dia tidak menemukan petugas keamanan untuk mengajukan keluhan.
“Tambah menyedihkan, saat saya menghampiri pendorong kursi roda lainnya, dia juga mengenakan harga sewa yang sama,” katanya.
Fahd kemudian menemukan seorang pendorong kursi roda yang tidak ditawarkan tarif sewa sebesar 120 riyal (Rp. 360.000) saja.
Sementara itu, pejabat Urusan Dua Masjid Suci mengecam perbuatan tidak bermoral pendorong kursi roda yang menetapkan harga terlalu tinggi dan menyamakan mereka sebagai ‘tentara bayaran’ yang tidak memiliki izin untuk melanjutkan layanan tersebut.
Dia juga mendesak jamaah agar hanya berurusan dengan pendorong kursi roda yang memakai tanda resmi dan memiliki nomor pada dada mereka.*