Hidayatullah.com | KHALIFAH UMAR dan Ubay bin Ka’ab berselisih paham. Ubay membawa soal itu ke pengadilan.
Hakimnya ialah qadhi Zaid bin Tsabit. Khalifah Umar datang ke depan pengadilan sebagai terdakwa.
Baru saja qadhi melihat khalifah, ia pun menundukkan kepalanya memberi hormat sebagaimanaa lazimnya orang harus memberi hormat kepada khalifah. Tapi, Umar tidak suka diperlakukan demikian.
“Tak pantas seorang qadhi memberi hormat kepada seseorang di depan pengadilan. Sebab, perlakuan yang demikian akan tidak adil bagi yang lainnya di sini. Tapi, biarlah untuk kali ini saya maafkan perbuatan saudara,” kata Umar.
Baca: Umar Bin Khattab yang Menolak Gaji Besar
Setelah berkata demikian, Khalifah Umar pun duduk di atas bangku orang -orang biasa di samping Ubay. Pengadilan pun hari itu dimulai.
Ubay mengajukan peringatan, supaya khalifah tidak dikecualikan dari pengambilan sumpah. Qadhi menjawab bahwa yang demikian itu tidak mungkin dilakukannya.
Baca: Belajar “Blusukan” Dari Umar Bin Khattab
Beliau minta, supaya Ubay mau mengadakan pengecualian sebab terdakwa sekarang ialah khalifah, seorang yang terkemuka sekali di negeri. Khalifah sama sekali tak bersenang hati dengan ucapan qadhi itu.
Ujar Khalifah Umar, “Saudara qadhi , teruskanlah pengadilan ini sebagaimana dapat Saudara lakukan. Sesudah ini saya akan memikirkan tindakan apa yang akan diambil terhadap saudara, berhubung dengan tidak adanya kesanggupan saudara untuk memperlakukan orang-orang terdakwa sama rata dalam waktu pengadilan, hanya karena orang itu adalah adalah Umar.*(Kisah Keadilan Pemimpin Ilam, Republika)