Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA
TAK terasa, kita telah berada di awal bulan Dzulhijjah. Bulan yang agung dan mulia. Bulan di mana puncak ibadah haji dilakukan. Pada bulan ini pula, Allah Subhanahu Wata’ala mensyariatkan ‘Idul Adha sebagai hari raya ummat Islam.
Di hari raya ini, Allah Subhanahu Wata’ala mensyariatkan ibadah Qurban dalam rangka mensyukuri nikmat yang Allah Subhanahu Wata’ala berikan kepada kita dan mengenang ketaatan Nabi Ibrahim as dan Ismail as terhadap perintah Allah Subhanahu Wata’ala. Sebuah ketaatan yang luar biasa yang patut kita contoh dan teladani.
Merupakan suatu nikmat dan anugerah besar dari Allah yang telah menyediakan moment tertentu untuk beramal shalih, di mana pada moment ini Allah Subhanahu Wata’ala sangat mencintai amal shalih dan memberi balasan pahala yang besar dan berlipat ganda terhadap amal shalih tersebut. Di antara moment tersebut yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sejak hari pertama Dzulhijjah sampai dengan hari kesepuluh Dzulhijjah.
Pada hari-hari ini kita digalakkan untuk melakukan amal shalih, seperti berinfak atau bershadaqah, puasa sunnat, shalat sunnat, membaca al-Quran, dan sebagainya.
Adapun keutamaan hari-hari ini adalah Allah Subhanahu Wata’ala sangat mencintai amal-amal shalih pada pada hari-hari tersebut dibandingkan dengan hari-hari lainnya.
Rasullullah bersabda: “Tiada hari-hari yang amal shalih di dalamnya paling dicintai oleh Allah dari pada hari-hari itu.” Yakni sepuluh hari itu (di bulan Dzulhijjah). Para shahabat bertanya: Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah?. Beliau menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali dengan membawa sedikitpun dari semua itu.” (HR. Bukhari).
Imam Nawawi memasukkan hadits ini di dalam kitabnya Riyadhush Shalihin dengan memberi judul “Bab: Keutamaan Puasa dan Sebagainya pada Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah”.
Keutamaan amal shalih pada waktu tersebut memang kurang populer dalam masyarakat Indonesia. Karena hadits ini jarang diamalkan dan disosialisasikan.
Namun di negara Islam lainnya seperti Arab Saudi, Mesir, Yaman, Qatar, Suriah dan lainnya, hadits ini cukup populer dan selalu disosialisasikan menjelang atau awal Dzulhijjah melalui khutbah, ceramah, taushiah dan tulisan. Yang jelas, hadits tersebut kurang disosialisasikan oleh para da’i, penceramah dan ulama di Indonesia, sehingga masyarakat tidak mengetahuinya dan bahkan tidak pernah mendengar keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijjah, meskipun hadits ini shahih dan tercantum dalam kitab hadits “Shahih Bukhari”. Anehnya, hadits-hadits dhaif (lemah) dan maudhu’ (palsu), justru lebih populer dan diamalkan oleh masyarakat kita daripada hadits shahih. Fenomena seperti ini akibat kurangnya pemahaman agama, khususnya terhadap hadits atau sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Terlepas dari persoalan itu, yang jelas hari-hari ini adalah moment yang cukup bernilai untuk mendapakkan ridha dan cinta Allah Subhanahu Wata’ala serta untuk menambah tabungan pahala sebagai persiapan diri dalam menghadapi hari Hisab (perhitungan amal) pada hari Kiamat nanti.
Mengingat kesempatan emas ini sangat terbatas, maka sangat disayangkan bila hari-hari penuh kebaikan dan keberkahan ini dilewatkan begitu saja, tanpa ada usaha maksimal untuk meraih keutamaan yang Allah Swt sediakan padanya.*/bersambung .. empat amalan shalih bulan Dzulhijjah