“Kenapa nilai ulangannya jelek sekali. Rasanya aku sudah cukup sabar mengajarinya.”
“Kesabaranku sudah habis, kelakuannya seringkali membuat emosiku naik.”
Bisa dikata, setiap manusia pasti pernah diuji kesabarannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada-ada saja persoalan yang membuat dia harus menanggung sabar tersebut.
“Aku sudah sabar.”
Pernyataan tersebut acap keluar dari orang yang mengaku sudah bersabar. Dengan ucapan itu, seolah ia lalu membenarkan sikapnya, yang dianggap sudah sejalan dengan kesabarannya.
Namun jika jujur, apakah kita semua sudah mengetahui hakikat sabar yang sebenarnya?
Orang yang bagaimanakah yang disebut sebagai orang yang sabar? Adakah ia punya batas yang bisa diketahui?
Sebuah ungkapan menyebut, sabar itu ilmu tingkat tinggi, belajarnya setiap hari, latihannya setiap saat, ujiannya sering mendadak, sekolahnya seumur hidup.
Benarkah demikian?
Uswatun hasanah umat Islam yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (Saw), yang perangainya mampu membuat seluruh manusia berdecak kagum, adalah teladan luar biasa bagi seluruh alam.
Sikapnya dalam menghadapi perilaku jahat kafir Quraisy dan kelembutan orang-orang beriman merupakan bukti kesabaran dan ketabahannya yang patut kita contoh.
Mengenai kesabaran, Allah juga menuang satu penjelasan yang sangat bermanfaat dalam al-Qur’an.
Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٥٣
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. ” (Al-Baqarah [2]: 153).
Allah mengajarkan, bahwa shalat dan sabar akan memberi pertolongan dalam setiap urusan-urusan seseorang dalam hidupnya.
Sebagaimana Allah memberi jaminan bahwa Dia akan membersamai orang-orang yang sabar dalam waktu luang dan sempit sekalipun.
Lebih jauh, Ibnu al,-Qayyim al-Jauziah menjelaskan dalam kitab Madarijus Salikin, tentang hakikat sabar tersebut.
Di antaranya:
Sabar di atas ketaatan kepada Allah Ta’ala, dengan mengerjakan segala perintah-Nya.
Siapa yang ingin menjadi Muslim kaffah, maka amalkanlah al-Qur’an dan sunnah. Sedungguhnya Allah menyediakan surga dan pahala yang berlipat-lipat bagi orang yang bertakwa.
Namun, setan juga terus berusaha mengganggu manusia dari arah depan belakang, samping kanan dan kiri serta menggagalkan niat baik manusia beribadah kepada Allah.
Karena istimewanya hadiah tersebut, jalan yang ditempuh terkadang penuh dengan lika-liku. Dan karena indahnya hadiah yang diberikan Allah, setiap Muslim dituntut untuk bersabar dalam menjalankan syari’at Allah.
Sabar dari perbuatan maksiat, selalu menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah.
Ada beberapa hal yang diharamkan dalam ajaran Islam. Seperti, minum khamr, mencuri, berzina dan membunuh. Allah mengharamkan perbuatan tersebut karena terdapat mudharat di dalamnya.
Tetapi setan selalu menjadikan indah hal-hal yang telah diharamkan Allah.
Semua itu merupakan ujian, apakah kita tetap meninggalkan hal yang diharamkan, atau justru melanggar larangan Allah.
Sebagai orang beriman, kita memerlukan kesabaran agar tidak tergiur bujukan setan untuk berbuat maksiat.
Sabar atas segala musibah yang menimpa
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun
Sesungguhnya apa yang kita miliki hanyalah titipan dari Allah.
Allah menitipkannya pada hamba-Nya untuk menguji apakah ia dapat menjalankan amanah yang baik atau tidak. Maka apabila titipan tersebut diambil kembali oleh Allah, sudah seharusnya ia menghadapi dengan adab yang baik.
Sesungguhnya musibah yang Allah berikan kepada hamba-Nya merupakan ujian kenaikan iman yang harus dihadapi.
Apabila seseorang yang mendapat musibah dapat menghadapinya dengan ikhlas dan sabar, maka Allah akan menaikkan keimanannya dan menyediakan pahala baginya.
Semakin besar kadar iman seseorang, maka kian berat pula ujian keimanannya.
Demikian, semoga kita semua termasuk orang-orang yang sabar.*/ Arsyis Musyahadah, lulusan STIS Hidayatullah, pegiat komunitas menulis PENA