LUQMAN a.s. adalah seorang ahli hikmah terkenal yang nasihat-nasihatnya disebutkan di dalam Al-Qur’an. la seorang hamba dari Habsyah berkulit hitam. Dengan limpahan rahmat dan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia menjadi seorang ahli hikmah.
Dalam beberapa riwayat dinyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menawarkan pilihan kepadanya, apakah ia menginginkan kerajaan atau hikmah. Ternyata Luqman lebih memilih hikmah.
Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya kepadanya, “Bagaimana jika kamu dijadikan raja dan menjalankan pemerintahan dengan adil dan bijaksana?” Ia menjawab, “Jika ini perintah dari Tuhanku, maka aku tidak dapat mengemukakan alasan, sebab aku tentu akan menerima pertolongan-Nya. Tetapi jika aku diberi pilihan untuk menerima atau menolaknya, maka aku memohon ampun, aku tidak ingin menanggung musibah.”
Para malaikat bertanya, “Mengapa wahai Luqman?” la menjawab, “Kedudukan dalam pemerintahan itu sangat sulit. Hal-hal yang tidak disukai dan berbagai kezaliman mengelilinginya. Hanya dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dapat menyelamatkannya. Jika ia menjalankan pemerintahannya dengan adil maka ia akan berhasil. Jika tidak, ia akan tergelincir dari jalan menuju surga. Manusia yang hidup di dunia dalam keadaan hina dina lebih baik daripada hidup mulia tetapi kemudian rusak (akhiratnya). Barangsiapa yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, maka dunia tidak akan dimilikinya, dan akhirat pun akan terlepas darinya.”
Mendengar jawaban itu, para malaikat merasa heran. Kemudian ketika Luqman a.s tidur, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kepadanya ilmu hikmah.
Ketika ia sedang duduk bersama orang lain orang dalam suatu majelis, singgahlah seorang laki-laki ke tempat itu dan berkata kepadanya, “Bukankah engkau dahulu seorang hamba sahaya dari kaum itu?” la menjawab, “Benar, saya pernah menjadi hamba sahaya mereka.”
Orang itu bertanya lagi, “Bukankah engkau yang pernah menggembalakan kambing di dekat kaki bukit itu?” la menjawab, “Ya, sayalah orangnya.”
Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana engkau dapat mencapai derajat yang sangat tinggi?” Luqman a.s menjawab, “Karena saya melakukan beberapa hal dengan sungguh-sunguh, yakni: takut kepada Allah, berkata benar, menunaikan amanah dengan sempurna, dan menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia.”
Ilmu hikmah yang dimiliki Luqman a.s dan nasihat-nasihat kepada anaknya yang diterangkan dalam banyak hadits sungguh menakjubkan. Salah satu nasihatnya adalah sebagai berikut, “Wahai anakku, duduklah selalu di majelis para ulama, dan dengarkalah kata-kata ahli hikmah dengan penuh perhatian. Dengan cahaya hikmah itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghidupkan hati yang mati sebagaimana Dia menghidupkan tanah yang mati (kering) dengan hujan lebat.”
Ia berkata, “Wahai anakku, berharaplah kepada Allah, tetapi janganlah engkau kehilangan rasa takut kepada-Nya, dan takutlah kepada adzab Allah, tetapi janganlah engkau berputus asa dari rahmat-Nya.”
Anaknya bertanya, “Bagaimana mungkin aku dapat menaruh perhatian kepada keduanya, yakni takut serta harap, sedangkan hatiku saya hanya satu?” la menjawab, “Demikianlah sifat orang beriman, seolah-olah ia mempunyai dua hati. Salah satunya menyimpan harapan yang sempurna, dan yang satunya lagi menyimpan rasa takut yang sempurna kepada Tuhannya.”
Ia juga berkata, “Wahai anakku, banyak-banyaklah membaca Rabbighfirli, karena di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala ada saat-saat tertentu, jika engkau meminta kepada-Nya, Dia pasti akan mengabulkan permintaanmu. Wahai anakku, tidak ada amal shalih tanpa keyakinan. Barangsiapa keyakinannya lemah, maka amalannya menjadi cacat. Anakku, jika syaitan menimbulkan keragu-raguan di dalam hatimu, maka hendaklah engkau mengalahkannya dengan keyakinan. Apabila syaitan menjadikan engkau malas mengerjakan amal shalih, maka atasilah dengan mengingat kubur dan hari Kiamat. Apabila syaitan mendekatimu dengan mengalihkan perhatianmu kepada kesenangan dunia atau takut pada kesusahan dunia, maka beritahukalah kepadanya bahwa dunia adalah sesuatu yang pasti akan berakhir dalam keadaan bagaimanapun.”*
Dari buku Fadhilah Sedekah karya Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a.