SEBESAR-besar nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada umat manusia adalah nikmat iman dan Islam. Tidak semua manusia diberi nikmat ini. Hanya mereka yang dikehendaki oleh Allah yang bisa menerima nur ilahi tersebut. Bahkan seorang nabi dan rasul pun tidak bisa memberi hidayah kepada orang yang dicintainya.
Hidayah adalah hak prerogratif Allah semata. Karenanya, kita yang sudah mendapatkannya harus berusaha memegangnya dengan kuat. Caranya, selain selalu berdo’a kepada Allah agar hati kita ditetapkan dalam agama Islam, juga berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjahui larangan-larangan-Nya.
Orang yang mendapat hidayah berarti telah mendapat pengetahuan yang benar tentang jati dirinya yang sesungguhnya. Ia telah sadar bahwa dirinya adalah mahluk yang pasti memiliki khalik (Pencipta) yaitu Allah. Yang juga menciptakan langit dan bumi, serta segala sesuatu.
Konsekwensi dari pemahaman tersebut yaitu mengakui bahwa Pencipta dari segala yang ada ini berhak untuk diibadahi, ditaati, ditakuti, diharapkan dan dicintai.
Adapun orang yang tidak mengakui hal itu, berarti hatinya tertutup. Akalnya juga turun dari derajat sebagai akal manusia. Merekalah yang di dalam al-Qur’an disebut orang musryik dan kafir. Mereka ini terdiri dari orang-orang yang tidak mengakui keberadaan Allah, atau masih menyembah selain Allah.
Orang semacam ini di mata Allah tidak lagi memiliki harga meski telah melakukan perbuatan baik. Sebab ia telah melalaikan hak Allah yakni untuk dikenal dan diibadahi. Orang yang menyia-nyiakan hak Allah tidak akan mendapat manfaat dari kebaikan yang dia berikan kepada manusia. Perbuatan itu hanya diganjar di dunia seperti mendapat pujian dan sanjungan manusia. Namun di akhirat, mereka tidak akan mendapatkan apa-apa, dan tempat kembalinya adalah neraka.
Dasarnya adalah firman Allah:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi..” (QS: Ali Imraan: 85)
Demikian juga firman Allah:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan…” (QS: Al-Furqaan : 23)
Juga firman Allah:
وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَلِقَاء الآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلاَّ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan..” (QS: -A’raaf : 147)
Aisyah Radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah! Ibnu Juz’an dahulu di masa jahiliyyah selalu menjaga hubungan silaturrahmi dan memberi makan fakir miskin. Apakah itu berguna baginya di akhirat?” Beliau menjawab: “Tidak akan berguna baginya. Karena ia tidak pernah mengucapkan: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku di Hari Pembalasan nanti.” (HR. Imam Muslim dalam Shahih-nya 214)
Ini artinya seseorang yang meninggal dunia di luar Islam, tidak akan mungkin masuk surga berdasarkan firman Allah:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya jannah, dan tempatnya ialah nar, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (QS: Al-Maa-idah : 72)
Amal Orang Beriman
Adapun orang yang beriman, yaitu mereka yang mengikuti petunjuk Allah yang dibawah oleh Rasul-Nya, jika melakukan amal kebaikan pasti akan diganjar oleh Allah dengan kebaikan. Amal mereka tidaklah sia-sia. Sebaliknya, jika mereka melakukan amal keburukan juga akan mendapat balasannya dari Allah karena keadilan-Nya.
Namun karena kasih sayang-Nya, Allah berhak mengampuni siapa yang dikehendaki selain dosa syirik, termasuk diantaranya pelaku dosa besar. Ini dasarkan pada firman-Nya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisa 48)
Ayat ini dijelaskan oleh Rasulullah, bahwa pelaku dosa besar dari umat beliau akan dimasukkan dalam neraka, namun tidak kekal. Atas rahmat Allah dan pertolongan (syafaat) hamba-Nya yang taat, mereka dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan dalam Surga.
Rasulullah bersabda: “Ahlu surga telah masuk ke surga dan Ahlu neraka telah masuk Neraka. Lalu Allah Ta’ala berfirman: “Keluarkan dari neraka siapa yang didalam hatinya ada iman sebesar biji sawi”. Maka mereka keluar dari neraka dalam kondisi yang telah menghitam gosong kemudian dimasukkan kedalam sungai hidup atau kehidupan. -Malik ragu. – Lalu mereka tumbuh bersemi seperti tumbuhnya benih di tepi aliran sungai. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana dia keluar dengan warna kekuningan.”Berkata Wuhaib Telah menceritakan kepada kami ‘Amru: “Kehidupan”. Dan berkata: “Sedikit dari kebaikan”. (HR.Bukhari)
Ayat dan hadits ini menjadi jawaban bagi kelompok yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar kekal di neraka sebagaimana pendapat Mu’tazilah dan Khawarij. Mu’tazilah berpendapat bahwa pelaku dosa besar menyebabkan hilangnya iman, meski ia masih muslim. Sedang Khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah kafir, sehingga ia layak kekal di neraka. Dasar mereka adalah surat al-Baqarah: 80-82. Namun hujah mereka ini telah dibantah oleh para ulama karena dalam ayat 81 ada kalimat وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ (wa akhatot bihi khotiatuhu) yang secara lafdiyah artinya ia telah diliputi oleh dosanya. Dengan kata lain tidak ada sedikitpun kebaikan dalam dirinya. Dan ini hanya terjadi bagi orang-orang musryik dan kafir, karena semua amal kebaikannya ditolak oleh Allah.
Sedang orang yang masih punya iman, jika melakukan kebaikan, meski sedikit, di mata Allah masih punya nilai sehingga mereka tidak penuh dosanya sebagaimana orang kafir. Menurut Abu Hurairah, Abu Wail, Ata’ dan Hasan Basri ayat itu menunjukkan kemusryikan yang meliputi dirinya. Al-A’masi mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini ialah orang yang mati dengan membawa semua dosanya sebelum melakukan taubat. (Tafsir Ibnu Katsir).
Perlu digarisbawahi bahwa orang yang beriman berbeda dengan orang kafir. Allah menandaskan perbedaan kedua golongan itu seperti perbedaan antara orang yang melihat dan mendengar dengan orang yang buta dan tuli. Karena itulah orang beriman yang melakukan kesalahan, atas rahmat Allah masih mendapat ampunan dari-Nya. Waalahu’alam.*/Bahrul Ulum