SUASANA jadi gaduh. Apa yang dikhawatirkan oleh umat Nabi Musa Alaihi as-salam (As) itu benar terjadi. Di hadapan mereka hanya terbentang Laut Merah dengan lebar ratusan kilometer.
Sedang di belakang mereka, derap pasukan Raja Fir’aun yang mengejar kian gempita. Pertanda jarak mereka makin mendekat.
“Sesungguhnya kita benar-benar terkejar oleh mereka,” Seru kaum Bani Israil panik.
Bani Israil tersebut telah membayangkan hal-hal buruk yang bakal menimpa mereka.
Namun dengan keyakinannya, Musa berupaya menenangkan mereka.
“Tidak. Sesungguhnya ada Tuhanku yang membersamaiku. Dia Maha Pemberi petunjuk,” ucap Nabi Musa tegas.
Singkat kata, atas petunjuk Allah, Musa membelah lautan dengan tongkatnya.
Kaum Bani Israil pengikut Musa akhirnya selamat semua.
Sedang Fir’aun dan seluruh balatentaranya dikaramkan di tengah di Laut Merah tanpa seorangpun yang tersisa.
Ajaib. Inilah karakter asli Bani Israil dari dulu hingga sekarang.
Baru saja mereka diselamatkan dalam momen pengejaran di tengah laut itu, tiba-tiba mereka kembali berulah seenak maunya.
Setibanya di seberang lautan, mendadak kaum Bani Israil tersebut meminta kepada Musa dibuatkan patung-patung tuhan untuk dijadikan sesembahan mereka.
وَجَـٰوَزۡنَا بِبَنِىٓ إِسۡرَٲٓءِيلَ ٱلۡبَحۡرَ فَأَتَوۡاْ عَلَىٰ قَوۡمٍ۬ يَعۡكُفُونَ عَلَىٰٓ أَصۡنَامٍ۬ لَّهُمۡۚ قَالُواْ يَـٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَـٰهً۬ا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٌ۬ۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٌ۬ تَجۡهَلُونَ (١٣٨)
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke sebrang lautan itu. Maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tekun menyembah berhala. Bani Israil berkata: Hai Musa buatlah untuk kami sebuah tuhan berhala seperti mereka mempunyai banyak tuhan berhala. Musa menjawab: Sesungguhnya kalian ini adalah orang yangbodoh.” (QS. Al-A’raf [7]: 138).
Butuh Bukti
Kisah Bani Israil di atas menyisakan jejak ibrah yang penting bagi kehidupan saat ini.
Bahwa apa yang diberikan atau dipunyai oleh manusia bukanlah jaminan atas keberlangsungan iman di dada mereka.
Lihat saja Bani Israil. Kurang apa mereka dalam membersamai dakwah Nabi Musa?
Mereka bahkan terlibat langsung saat dikejar oleh tentara Fir’aun.
Bani Israil menyaksikan pula dengan mata kepala mereka ketika Laut Merah terbelah dan sekejap berubah jadi jembatan raksasa.
Bani Israil juga menjadi saksi atas tenggelamnya Fir’aun dengan segenap kesombongannya ke dasar samudara tersebut.
Pun demikian, mereka menyaksikan kekuasaan Allah yang sanggup mengubah tongkat Nabi Musa berubah jadi ular raksasa, sebelumnya.
Namun, hingga di sini, hendaknya seorang Muslim segera membangun kesadarannya.
Sebabnya semua itu bukanlah garansi pasti atas keimanan yang dipunyai. Sebab hidayah tersebut tak bisa diwariskan.
Iman bukan pula sekadar pengakuan tanpa pembuktian.
Kalangan ahlus sunnah mengatakan, Al Iman Tasdiqun bil qolbu, wa ikrarul bil lisan, wa ‘amalun bil arqan (Iman itu dibenarkan di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan rukun-rukunya).
Bahwa semua yang dimiliki manusia adalah kesempatan dan peluang yang diberikan. Tapi sekali lagi ia bukan jaminan atas iman tersebut.
Di antara manusia, boleh jadi ada yang ditakdirkan berbeda, antara yang rejekinya luas dan yang sempit.
Ada pula yang berjabatan tinggi dan berkedudukan terhormat, sedang tetangganya hanya berstatus sebagai penduduk biasa.
Dan seterusnya dari apa yang dipunyai oleh manusia di tengah masyarakat.
Bedanya, apa yang dipandang di sisi manusia belum tentu bernilai di sisi Allah.
Sebab semua yang disebut di atas hanyalah kesempatan dan peluang yang diberikan.
Ia bisa bernilai jika kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk maslahat umat dan agama.
Peluang itu berguna jika berhasil diubah dari idealitas di dunia maya menjadi realitas di alam nyata.
Sekali lagi, tengoklah kurang apa nikmat yang didapat oleh Bani Israil.
Tapi saksikan pula, apa yang dikerjakan oleh Bani Israil. Tanpa merasa bersalah sama sekali, mereka justru berulah dengan perbuatan yang tak beradab sama sekali.
Bani Israil minta dibuatkan tuhan-tuhan tandingan, sedang mereka baru saja diselamatkan oleh Tuhan Sang Pencipta, Rabb al-Alamin.*