Oleh: Muhammad Cheng Ho
DUKA menyelimuti Suriah belakangan ini. Setelah ratusan ribu orang dibunuh secara kejam dan angkuh oleh rezim Bashar Al Assad, kini, suasana di sana semakin mencekam lantaran intervensi militer Rusia.
Intervensi yang berdalih memerangi kelompok Daulah Iraq wa Syam (DAISY/ISIS) ini oleh Kepala Gereja Ortodoks Rusia, Patriarch Kirill, disebut pertempuran suci itu, nyatanya telah menewaskan 370 orangdi berbagai wilayah Suriah, yang mayoritas korbannya bukan ISIS, melainkan pejuang oposisi rezim. [Baca: Uskup Rusia Berkati Misil Sebelum Serang Kelompok Oposisi Suriah]
Membayangkannya saja sudah berat, apalagi bahu yang memikul. Semakin menderitanya kondisi Suriah –sampai PBB menyebutnya sebagai tragedi kemanusiaan terbesar abad ini- tentu membutuhkan dukungan dan pembelaan dari negara-negara muslim, terutama Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia.
Kasus Afghanistan
Serangan umat Islam di Suriah oleh koalisi Israel-Rusia-Iran mengingatkan kita atas kasus serupa di Afghanistan. Sebab sejarah pernah mencatat, ketika komunis Uni Soviet (sekarang Rusia, red) mengintervensi Afghanistan, lalu membom umat Islam Afghanistan, memporak-porandakan pemukiman-pemukiman penduduk, serta membantai penduduk-penduduk sipil, pemerintah Indonesia beserta aktivis Islam, tokoh Islam, dan Ormas Islam membela pejuang Afghanistan oposisi rezim.
Kala itu, sebagaimana dituturkan oleh H. Abdullah Ghalib dalam Warta NU, Ketua Presidium Komite Setiakawan Rakyat Indonesia-Afghanistan (KSRIA), Drs. Lukman Harun, menyeru masyarakat Indonesia untuk membantu perjuangan pengungsi Afghanistan secara nyata.
Lebih dari itu, lanjutnya, ia menyeru kalangan pemuda Islam untuk meningkatkan rasa solidaritas terhadap perjuangan umat Islam yang sedang diserang tentara Uni Soviet -yang jumlahnya menurut pengamat Barat sekitar 115 ribu orang yang mendukung pemerintah Kabul pro Uni Soviet- di Afghanistan
Dukungan secara politis kepada pejuang Afghanistan juga diberikan oleh pemerintah Indonesia. “Hal itu tercermin dari penerimaan bersahabat pemimpin negeri ini terhadap dua wakil pejuang Afghanistan di Jakarta bulan Februari 1987,” ungkapnya. [H.Abdullah Ghalib, dalam Warta NU No. 1/TH. IV/Maret 1988/Rajab 1408 H, hlm. 12]
Selama delapan hari di Indonesia, dua pejuang Afghanistan yang bernama Mangal Hussein dan Janbaz Safaraz Mohammad Rasoul itu bertemu dengan Menko Kesra Alamsjah Ratu Prawiranegara, Menteri Agama Munawir Sjadzali, Ketua MPR/DPR Amirmachmud, Dirjen Hubsosbudpenlugri R. Adenan, pimpinan Golkar, dan MUI.
Di akhir kunjungannya, Mangal Husein mengungkapkan “terimakasih kepada pemerintah Indonesia dan Presiden Soeharto atas dukungan yang diberikan kepada kaum Mujahidin dalam perjuangannya melawan Uni Soviet. Demikian juga atas sumbangan yang diberikan masyarakat dan pemerintah Indonesia terhadap pengungsi Afghanistan di Pakistan.” [Kompas,Sabtu 7 Februari 1987, Dua Pejuang Afghanistan di Jakarta Penyelesaian Hanya Lewat Mundurnya Soviet dan Gantinya Pemerintahan, hlm. 8]
Mangal Hussein (kanan) dan Janbaz Safaraz Mohammad Rasoul (kiri) saat kunjungan ke Jakarta. Sumber foto: Kompas Sabtu, 7 Februari 1987
Tak ketinggalan, tokoh Masyumi Mohamad Roem, turut mendukung pejuang Afghanistan lewat Media Dakwah. “Kami mendukung dengan segala jiwa kami kekuatan-kekuatan di Afghanistan yang melawan agresi Rusia (Uni Soviet-pen), dan mengulangi bahwa ‘untuk seorang pejuang di jalan Allah, tidak ada akhirnya.’” [Mohamad Roem, Intervensi Militer Rusia di Afghanistan, Majalah Media Dakwah Rabiul Akhir 1400 H/ Februari 1980 No. 68, hlm. 27]
Hati nurani NU pun tersentuh dan tergerak menyaksikan saudara-saudaranya di Afghanistan dianiaya.
Dipasanglah judul “Mujahidin Afghanistan:Berjuang Mendobrak Benteng Komunis” dalam Warta NU. Di dalamnya, diajaklah umat Islam membantu sesama.
“Bagi umat Islam adalah keharusan untuk mengatakan saudara bagi muslim yang lainnya. Dari sudut manapun kita melihat, intervensi Soviet di Afghanistan sebagai salah satu yang mewakili bentuk imperialisma dengan corak yang lebih baru dan modern. Bisa jadi tragedi Afghanistan akan berakhir dengan lenyapnya ummat Islam dan muncul dunia baru, dunia komunisme yang akan mengubur semua kejayaan Islam di Afghanistan. Sementara kita sebagai bagian integral dari dalam solidaritas Islam hanya sampai pada tingkat keterpakuan meliput drama tragis yang menyayat tanpa sedikitpun berbicara dengan apa yang bisa dan harus kita perbuat.
Seharusnya jeritan rakyat Afghanistan bisa lebih jauh menembus dinding ketergopohan program abad modern, minimal di telinga seluruh umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia tentunya bisa terdengar lebih keras ketimbang reputasi Live Aids atau perjuangan Argentina di arena World Cup dengan rivalnya dari Jerman Barat. Dan itupun dengan wujud yang lebih kongkrit.” [Warta NU No. 11/Th.I Juli 1986/ Dzulqo’dah 1406 H, Mujahidin Afghanistan: Berjuang Mendobrak Benteng Komunis, hlm. 8]
Lebih dari itu, dikutuklah rezim komunis Afghanistan dan komunis Uni Soviet, “Bagi pejuang Muslim Afghanistan, Najibullah adalah sama saja dengan Karmal, seperti mereka memandang Uni Soviet sebagai wabah komunis yang harus dibasmi. Mereka berupaya mengembalikan citra Islam di bumi Afghanistan seperti semula. Uni Soviet secara perlahan menggali kuburannya sendiri di tanah Afghanistan dengan kekuasaan militernya yang dibangun sejak Brezhnev berkuasa.” [Warta NU No. 11/Th.I Juli 1986/ Dzulqo’dah 1406 H, Mujahidin Afghanistan: Berjuang Mendobrak Benteng Komunis, hlm. 8]
Seperti kita ketahui bahwa pada akhirnya bendera Uni Soviet terkulai kalah dan negerinya terpecah belah menghadapi pejuang Afghanistan.
Kini pun mulai tampak Rusia secara perlahan menggali kuburannya sendiri di tanah Suriah, Bumi Syam.
Saatnya kita menunggu kemesraan persaudaraan NU, Indonesia, dan pejuang Suriah bersemi kembali layaknya pejuang Afghanistan 27 tahun lalu.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur.” [HR.Muslim]
Penulis adalah pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)