Hidayatullah.com | KH Wahid Hasyim yang kita tahu memang seorang tokoh pejuang yang luwes dan luas pergaulannya, tidak hanya berkawan dengan kaum islamis tradisionalis (NU) tempat beliau berasal namun juga Islamis modernis dan juga kalangan Islamis lainnya, satu di antaranya adalah KH. Imam Zarkasyi.
Bagi yang mempelajari biografi beliau berdua akan menemukan betapa dekatnya dua sekawan ini, KH. Wahid Hasyim sebagai seorang pejuang yang ulama dan pendidik ditunjuk oleh Bung Karno untuk meletakkan konsep pendidikan agama Islam di Kemenag.
Kedekatan mereka sebenarnya tak hanya dalam kesibukan serta tugas yang diemban namun juga dalam kekerabatan, maklum, keduanya merupakan saudara sepupuan.
Ya, mungkin banyak yang belum tahu bahwa kedua tokoh ini masih satu kakek dari pihak ibu yaitu Kiai Ilyas dari Pondok Sewulan Madiun, beliau ayah dari dua perempuan hebat ibu dari dua tokoh ini yaitu Nyai Nafiqoh (Ibu KH. Wahid Hasyim) dan Nyai Sudarmi Santoso (Ibu KH. Imam Zarkasyi).
Kedekatan beliau paling tidak tercermin saat KH. Imam Zarkasyi memutuskan keluar dari Kementerian Agama karena kecewa pendapat beliau tidak diterima, KH. Wahid Hasyim yang merasa kehilangan sahabat sekaligus keluarga di Jakarta tak berapa lama setelah itu pergi ke Gontor untuk menjemput dan membujuk KH. Imam Zarkasyi agar bersedia kembali lagi ke Jakarta.
Awal tahun 1960.an, Kementerian Agama Pusat sedang gencar merumuskan konsep pendidikan agama berintegrasi dengan umum, saat perumusan terjadi perbedaan pandangan antara anggota perumus dengan KH. Imam Zarkasyi yang akhirnya menyebabkan beliau memilih mengalah, mengundurkan diri dari jabatan dan balik pulang ke Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.
Saat kepulangan Pak Zar (sapaan akrab Kiai Zarkasyi oleh santrinya) ke Gontor, KH. Wahid Hasyim merasa kehilangan sahabat sekaligus saudara di Jakarta, sehingga ia memutuskan menemui KH. Imam Zarkasyi di Gontor untuk membujuknya kembali ke Jakarta.
Sesampainya di Gontor, KH. Wahid Hasyim melihat pemandangan yang akhirnya mengurungkan tujuan awalnya, beliau melihat Pak Zar sedang asyik bermain voli dengan santri-santrinya.
Kiai Wahid lama memandang dari dalam mobil sampai akhirnya turun dan menyapa sahabatnya Pak Zarkasyi, keduanya kemudian berbincang hangat di teras rumah.
Saat berpamitan pulang dan masuk mobil sang sopir bertanya : “Bagaimana, Kiai? Apa beliau bersedia?”
“Tidak, aku tidak jadi mengajaknya ke Jakarta” jawab Kiai Wahid.
“Lha, kenapa Kiai?” Tanya sang sopir balik.
Sembari berkaca-kaca matanya Kiai Wahid menjawab: “Kamu tidak lihat tadi itu Bapak Singa sedang asyik bermain dengan anak-anaknya, kiai sejati tempatnya di sini bukan di Jakarta”.* (Anwar Djaelani, kisah di atas disampaikan oleh KH. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi bin KH. Imam Zarkasyi saat kami kunjungan ke Gontor).