BERARTI bila kita hendak melakukan kegiatan membaca dan berpikir dengan atas nama Allah Ta’ala, maka haruslah kita melakukannya dengan didasari oleh pikiran yang sehat dan lurus, didasari oleh hati yang bersih, dan juga didasari oleh jiwa pengabdian dan niat suci atas nama kebenaran dan kebaikan. Demikianlah hendaknya kita lakukan di dalam kehidupan kita sehari-hari, dan hal seperti itu memang harus kita lakukan karena kita telah mengaku mengimani bahwa Allah Maha Esa, Maha Suci, Maha Benar dan Maha Baik.
Saudaraku, mari kita sadari betul bahwa kita ber-Tuhankan kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang berarti segala kegiatan dan perilaku kita hendaknya selalu didasari oleh rasa kasih sayang, dan kegiatan yang kita lakukan pun hendaknya dimulai dengan ucapan “atas nama Yang Pengasih dan Penyayang”. Maka, agar kita bisa melakukan sikap hidup yang seperti itu, rupanya kita harus banyak melatih diri, menyadari dan memahami benar akan sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, serta menjalani hidup dengan penuh kesadaran, banyak berpikir menambah ilmu pengetahuan, menumbuh-kembangkan rasa kasih sayang dalam diri, dan juga mau melakukan instrospeksi diri terhadap segala prilaku kita selama ini.
Demikianlah, Allah telah memerintahkan kita untuk membaca dan berpikir atas nama-Nya. “Bacalah atas nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu Sangat Pemurah. Yang telah mengajarkan penggunaan kalam. Yang telah mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahuinya.” (Al-‘Alaq: 1-5).
Jadi, banyak membaca dan berpikir memang akan membuat diri seseorang menjadi lebih cerdas dan berilmu. Seseorang tidak akan memahami agamanya dan tidak pula akan mengenal Tuhannya bila dia tidak menggunakan potensi kemuliaannya, yaitu potensi akal-pikiran untuk mengungkap segala hal yang memang seharusnya dia ketahui. Maka beruntunglah mereka yang banyak menggunakan akal pikirannya secara efektif.
Dalam belajar, Allah-lah yang akan mengajarkan kepada kita, dan Allah yang mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahuinya. Di dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menyatakan betapa penggunaan akal dan pikiran akan membuat orang dapat memahami isi ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an, baik untuk ayat-ayat yang sudah jelas maupun untuk ayat yang masih samar. “…Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Al-Imran: 7)
Perlu kita yakini bahwa niat, gerak-laku, dan berpikir yang dilakukan seseorang secara lurus, sebenarnya berada di dalam tuntunan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya dia melakukannya bukan hanya karena kekuatannya sendiri. Oleh sebab itu pada saat kita membaca dan berpikir hendaknya diusahakan untuk selalu menjauhi sikap sombong dan sikap terburu nafsu, serta menjauhi pula cara-cara yang didasari oleh dorongan nafsu syaitan yang sering kali muncul tak terasa oleh kita.
Belajar dan berpikir yang disertai sikap sombong atau dzalim, tidak akan memperoleh petunjuk tentang kebenaran sebagaimana keterangan berikut ini, “…Sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (Al-Ahqaf: 10).
Maka, membaca dan berpikir hendaknya selalu kita lakukan dengan penuh kesadaran, dalam situasi hati yang bersih dan pikiran yang jernih. Jauhkan sifat sombong, dan tumbuhkan sikap rendah hati serta dengan niat pengabdian yang tulus. Maka kita akan membaca dan berpikir atas nama Tuhan kita Yang Maha Suci, dan kita lakukan dengan atas kehendak serta dengan izin-Nya pula. Demikian semoga Allah memberi tuntunan dan meridhainya.*/Joko S. Matsnawi, dari bukunya Lima Kearifan – Menyikapi Kehidupan dan Kematian