UJUB dapat menyebabkan orang lain menjauh karena manusia tidak menyenangi orang yang membuat dirinya merasa kurang dan berbicara kepadanya dengan posisi tinggi.
Manusia pun tidak senang kepada orang yang sering membanggakan diri dan prestasi-prestasinya.
Oleh karena itu, Anda akan melihat orang yang ujub terhadap dirinya itu banyak mempunyai kenalan, tapi sedikit sekali sahabat dan rekan-rekan akrabnya.
Mushthafa as-Sibai berkata, “Setengah pintar yang disertai tawadhu lebih disenangi oleh hati manusia dan lebih bermanfaat bagi masyarakat dibandingkan kecerdasan tinggi yang disertai kesombongan.”
Ujubnya seseorang dengan dirinya dan melihat dirinya dengan pandangan kagum, akan membuat dirinya melihat orang lain dengan pandangan kurang, lalu sedikit demi sedikit gambaran ini akan tumbuh dalam dirinya sehingga ia menjadi takabur, dan seterusnya dimasukkan sebagai orang-orang yang sombong, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, “Seseorang terus-menerus merasa dirinya besar, sehingga ia digolongkan ke dalam orang-orang yang sombong. Dan selanjutnya Allah pun menimpakan siksa yang Dia jatuhkan kepada orang-orang sombong.” (HR Tirmidzi).
Dengan demikian, takabur adalah buah alami dari ujub yang bahayanya sangat besar. Rasulullah bersabda, “Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan seberat dzarrah pun.” (HR Muslim).
Abu Hamid al-Ghazali berkata tentang bahaya takabur, sebagai berikut, “Takabur itu menjadi hijab untuk masuk surga. Karena ia menjadi penghalang antara hamba dengan seluruh akhlak orang yang beriman. Dan akhlak tersebut adalah pintu-pintu surga, sementara takabur dan merasa diri besar mengunci seluruh pintu tersebut, karena ia tidak mampu bertawadhu. Padahal tawadhu adalah pokok akhlak orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya terdapat kemuliaan. Juga ia tidak dapat terus-menerus bersikap jujur, padahal di dalamnya ada kemuliaan. Ia tidak mampu menerima nasihat, padahal di dalamnya terdapat kemuliaan. Ia tidak mampu membebaskan diri dari melecehkan orang lain dan menggunjingkan mereka, padahal di situ terdapat kemuliaan. Maka tidak ada akhlak tercela yang tidak dikerjakan oleh orang yang takabur dan berbangga hati, karena ia terpaksa untuk menjaga kesombongannya. Dan tidak ada akhlak yang terpuji, kecuali ia tidak mampu berakhlak dengannya, karena ia takut kehilangan kebanggaannya.”
Ad-Daabusi meringkaskan dalam kitabnya Al-Amad al-Aqsha menyebutkan tentang bahaya ujub, kebinasaan, serta kerugian yang disebabkan olehnya. Ia berkata, “Kehancuran ujub itu mencakup dua alam. Sehingga dengan adanya ujub itu, amal ibadah menjadi kehilangan maknanya. Sehingga amalnya menjadi amal orang-orang bodoh. Dan kita tidak melihat seorang yang ujub, kecuali ia dibenci oleh manusia. Maka bagaimana keadaannya di hadapan Rabbnya, sementara ia musyrik terhadap-Nya dengan ujubnya itu.”
Rasulullah bersabda, “Seandainya kalian tidak berbuat dosa, maka saya khawatir apa yang lebih besar lagi terjadi pada diri kalian, yaitu ujub.” (HR Al-Bazzaar).
Dhirar bin Murrah berkata, “Iblis berkata, ‘Jika aku dapat menanamkan tiga hal dalam diri anak Adam, berarti aku telah meraih keinginanku: 1. Jika ia melupakan dosa-dosanya, 2. Ia merasa banyak mempunyai amal, 3. Merasa kagum dengan pendapatnya.”‘
Dan kesimpulannya –seperti dikatakan oleh al Mawardi–, “Ujub adalah keburukan yang menghancurkan nilai seluruh kebaikan, dan sesuatu yang tercela yang membinasakan seluruh keutamaan, ditambah dengan kebencian orang yang disebabkan olehnya, serta kedengkian yang dihasilkan olehnya.”*/Dr. Majdi Al-Hilali, dari bukunya Adakah Berhala pada Diri Kita?