SEJARAH Islam telah memberikan bukti begitu banyak bahwa sedikitnya jumlah mereka bukanlah penyebab utama kekalahan mereka. Perang Badar, perang Tabuk, perang Khandak, perang Mu’tah, hingga perang-perang setelah wafatnya Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam selalu dimenangkan oleh kaum muslimin, sekalipun jumlah mereka sangat sedikit dan senjata mereka sangat terbatas.
Perang Qadisiah, Yarmuk, Nahawand, hingga penaklukkan Konstantinopel yang dilakukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih juga memberikan gambaran serupa; kaum muslimin dengan jumlah yang minim, bekal dan persenjataan terbatas, mampu mengalahkan musuh yang jumlah dan persenjataannya jauh berlipat.
Kekuatan iman dan persaudaraan serta kecintaan mereka kepada kehidupan akhirat, telah mengantarkan mereka pada kesuksesan di setiap penaklukkan, di samping semangat berkorban dan cinta mati syahid juga menjadi pendorong yang paling kuat untuk tetap bertahan.
Inilah janji Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada kaum muslimin, bahwa kemenangan bukan ditentukan oleh jumlah pasukan dan kecanggihan senjata, juga bukan karena banyaknya sarana dan lengkapnya fasilitas. Faktor keimanan dan kebersihan mental setiap pasukan, serta keyakinan yang kuat akan datangnya pertolongan Allah telah membuat mereka selalu pulang dengan kemenangan.
Lalu, mengapa hari ini kita saksikan banyak kaum muslimin yang lemah dan kalah di hadapan musuh-musuhnya? Atau, mengapa pada masa dahulu kita juga pernah ‘menyaksikan’ kekalahan yang menimpa kaum muslimin? Adakah faktor lain yang membuat mereka harus kalah dan bertekuk lutut di hadapan musuh-musuhnya?
Inilah jawaban yang Allah berikan; Rasulullah mengisyaratkan bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh sebagian umat Islam atas sebagian lainnya telah menyebabkan kekalahan mereka di hadapan musuh-musuhnya. Inilah yang saat ini sedang terjadi.
Kehancuran umat Islam bukan oleh kekuatan musuh, bukan karena kehebatan mereka. Namun karena adanya pengkhianatan sebagian umat Islam. Para pengkhianat agama itu bekerja sama dengan thaghut dan orang-orang kafir untuk memerangi mujahidin. Orang-orang Islam yang munafik itu telah menjual darah daging saudaranya kepada musuh-musuh Islam dengan imbalan yang sedikit.
“Sesungguhnya aku sudah memohon kepada Rabbku untuk umatku janganlah Dia membinasakan mereka dengan paceklik yang merajalela, jangan menundukkan mereka kepada musuh dari luar kelompok mereka yang menodai kedaulatan mereka. Sesungguhnya, Rabbku berfirman: Wahai Muhammad! Sungguh jika Aku telah menetapkan suatu ketetapan, maka tidak bisa ditolak. Aku berikan kepadamu untuk umatmu agar mereka tidak dibinasakan oleh paceklik yang merajalela dan agar mereka tidak dikuasai oleh musuh dari luar mereka yang akan menodai kedaulatan mereka, sekalipun musuh itu berkumpul dari seluruh penjuru dunia, kecuali jika sebagian dari mereka membinasakan sebagian yang lain dan mereka saling menawan satu sama lain.” (HR Muslim dan Tirmidzi)
Ya, di antara mereka saling menawan satu sama lain, saling menikam dari belakang. Sebagian mereka ada yang menjadi informan musuh, ada yang menjadi kaki tangannya, dan ada pula yang benar-benar menjadi budaknya yang setia.
Sebagian mereka bekerja karena tekanan, sebagian karena iming-iming dunia yang dijanjikan, sebagian ada yang karena kebenciannya kepada umat Islam, namun ada pula yang sekedar untuk bertahan hidup.*/Abu Fatiah Al-Adnani, dari bukunya Kita Berada di Akhir Zaman. [Tulisan berikutnya]