Oleh: Dr. Adian Husaini
Hidayatullah.com | PADA hari Sabtu, 8 Agustus 2020, saya mengisi acara diskusi via zoom di Fakultas Syariah Universitas Darussalam (Unida) Gontor Ponorogo. Temanya: “Islamisasi Ilmu Hukum, Agenda dan Penerapannya di Indonesia”. Dalam berbagai kesempatan diskusi tentang Islamisasi Ilmu, saya sering mengingatkan bahwa Islamisasi ilmu perlu dilakukan karena ada masalah pada ilmu kontemporer yang diajarkan kepada umat Islam saat ini.
Bahkan, menurut Prof. Syed Naquib al-Attas, tujuan pendidikan dalam Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang baik, manusia yang sempurna, atau manusia yang beradab. Dan tantangan terbesar untuk mencapai hal itu adalah tantangan ilmu yang salah atau ilmu yang mudharat. Ilmu yang diajarkan tidak membawa manusia kepada kebaikan (ilmu yang bermanfaat), tetapi justru telah menimbulkan bencana yang luas (ilmu yang mudharat).
Dengan Islamisasi ilmu hukum dan pendidikan bidang hukum, maka diharapkan Fakultas Hukum atau Fakultas Syariah akan menjadi lembaga pendidikan terbaik. Sebab, tujuan utama Islamisasi ilmu adalah melahirkan manusia-manusia yang baik. Yakni, manusia yang berguna bagi sesamanya.
Dari Fakultas-fakultas Syariah yang tersebar di berbagai Perguruan Tinggi Islam, kita berharap akan lahir para pejuang penegak kebenaran. Saya mengusulkan agar Unida Gontor memadukan aspek syariah dan aspek tazkiyyatun nafs atau aspek tasawwuf dalam pendidikan syariah. Jika perlu, namanya bisa diubah menjadi “Fakuktas Syariah dan Tasawwuf”.
Sebab, problem utama belum tampaknya keindahan syariah Islam adalah pada faktor menusianya. Saya teringat kata-kata seorang pakar dan pejuang syariah Islam, (alm) Bpk. Hartono Mardjono, yang menyatakan, bahwa Syariah Islam itu adalah laksana pesawat yang super canggih. Pilotnya harus orang-orang yang canggih pula, agar pesawat itu bisa terbang dengan baik.
Dalam bahasa Prof. Naquib al-Attas, tasawwuf adalah “tathbiq al-syariah fii maqaam al-ihsan”. Jadi, disamping memerlukan ilmu syariah yang cukup, penerapan syariah juga memerlukan kebijakan (hikmah). Itulah yang dikenal dengan adab dalam menerapkan syariah.
Jadi, sekali lagi, produk Islamisasi Ilmu hukum yang terpenting adalah lahirnya sarana-sarjana hukum yang memiliki jiwa yang bersih, ilmu hukum yang mumpuni, dan kebijakan dalam penerapan syariah. Untuk itu, para mahasiswa Fakultas Hukum atau Fakultas Syariah seharusnya adalah mereka yang telah lolos seleksi adab atau akhlak mereka. Juga, yang telah menguasai ilmu-ilmu yang fardhu ain. Jangan sampai menerima mahasiswa Fakultas Hukum yang adabnya belum baik.
Inilah salah satu prinsip penting pendidikan Islam: “Tanamkan adab sebelum ilmu dan utamakan ilmu-ilmu fardhu ain”. Mahasiswa-mahasiswa yang belum lolos adab atau akhlaknya – misalnya masih cinta dunia, shalatnya belum benar, mengaji al-Quran-nya belum baik, adab kepada sesama masih buruk, dan sebagainya – maka jangan diberikan kesempatan memasuki Fakultas Syariah.
Para sarjana syariah ini biasanya akan berkiprah di bidang penegakan hukum Islam di Indonesia, seperti menjadi penghulu, menjadi hakim di Pengadilan Agama, atau pun menjadi pengacara. Jika mereka masih mengidap penyakit cinta dunia, maka akibatnya akan sangat berbahaya. Bisa-bisa mereka akan menjual syariah untuk meraih keuntungan dunia. Yang salah akan dimenangkan dalam perkara di pengadilan, karena mampu membayar. Dan inilah salah satu sumber kerusakan penegakan hukum di negeri kita. Tantangan berat yang dihadapi masyarakat dalam upaya penegakan keadilan di bidang hukum adalah kerusakan akhlak aparat penegak hukum.
Oleh karena itu, Islamisasi ilmu hukum dan pendidikan hukum, yang terpenting adalah Islamisasi manusianya. Jadi, selama menjalani masa pendidikan di Fakultas Syariah, para mahasiswa harus dididik dan dimonitor terus-menerus perkembangan akhlak dan ibadahnya. Kalau terdapat indikasi pelanggaran akhlak yang berat – misalnya sering berdusta, lalai dalam menjalankan shalat – maka jangan sampai ia diloloskan menjadi Sarjana Syariah.
Lebih berat lagi pelanggarannya, jika mahasiswa Fakultas Syariah itu memiliki pandangan yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam. Misalnya, jika ia menyatakan semua agama itu benar, atau menghalalkan perzinahan atau mendukung praktik homoseksual, atau ia membenci syariah Islam. Tentu sangat aneh jika dari Fakultas Syariah justru lahir sarjana-sarjana yang ragu atau benci dengan syariah Islam.
*****
Jadi, Islamisasi Ilmu di Fakultas Syariah bisa dikatakan sukses jika dari Fakultas Syariah itu lahir para pejuang penegakan syariah yang ikhlas dan bijak dalam perjuangannya. Para sarjana Syariah inilah yang berada dalam garis depan upaya penegakan syariah yang adil dan beradab di Indonesia.
Tak hanya itu. Dalam diskusi di Unida Gontor itu pun saya sampaikan, bahwa Islamisasi Ilmu dan pendidikan itu sukses jika Fakultas Syariah Unida Gontor menjadi lembaga pendidikan syariah terbaik di Indonesia, bahkan di dunia Islam. InsyaAllah, lebih baik dari Universitas Islam Madinah atau Universitas al-Azhar Cairo.
Caranya, jangan terjebak pada proyek linierisme, yang mengarahkan para mahasiswa Fakultas Syariah menjadi “tukang pekerja bidang syariah”, tapi tidak memahami hakikat tujuan hidupnya sebagai manusia. Tetapi, didiklah para mahasiswa itu menjadi manusia-manusia yang baik, manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlakmulia, menjadi para pejuang penegak kebanaran, dan sekaligus memiliki ilmu dan ketrampilan di bidang tertentu dalam bidang Keilmuan Syariah.
Indikator utama keunggulan Fakultas Syariah Unida Gontor akan terlihat ketika para santri terbaik dari berbagai pesantren, menjadikan Fakultas Syariah Unida Gontor sebagai tujuan utama kuliahnya, sebelum ia mendaftar ke Perguruan Tinggi lainnya. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan kualitas para dosen dan mahasiswanya.
Dari Fakultas Syariah Unida inilah insyaAllah akan lahir lebih banyak lagi ulama-ulama ahli fiqih dan ushul fiqih yang menjadi rujukan umat Islam dalam memecahkan masalah-masalah hukum di Indonesia.
InsyaAllah, jika Islamisasi Ilmu Hukum dan Pendidikan di bidang hukum ini dilakukan dengan baik, tujuan mulia itu akan bisa diwujudkan dalam waktu beberapa tahun ke depan. Aamin.*
Penulis adalah pengasuh PP Attaqwa – Depok (ATCO). www.adianhusaini.id