Oleh: Dr. Adian Husaini
Hidayatullah.com | ADA sekelompok alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) membentuk satu kelompok. Namanya: Gerakan Anti Radikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung (GAR-ITB). Pihak ITB sudah resmi membantah, bahwa GAR-ITB bukan bagian dari kampus ITB.
Nah, apa itu GAR-ITB? Dikutip oleh www.kumparan.com, anggota GAR ITB, Nelson Napitupulu, menegaskan GAR memang bukan organisasi masyarakat maupun struktural. GAR adalah wadah bagi alumnus ITB yang concern terhadap maraknya radikalisme dan intoleransi di Indonesia secara umum, dan di ITB secara khusus.
Kelompok GAR-ITB mulai ramai diperbincangkan, terkait dengan tuduhan mereka terhadap Prof. Din Syamsuddin. Entah apa motivasi dan jenis tuduhan mereka sebenarnya. Yang jelas, kemudian, muncul pembelaan yang sangat massif terhadap Din Syamsuddin. Bahkan, pembelaan terhadap Din Syamsuddin juga dilakukan oleh Menkopulhukam Mahfud MD dan Menteri Agama Yaqut Cholil.
Kita catat, bahwa GAR adalah “wadah bagi alumnus ITB yang concern terhadap maraknya radikalisme dan intoleransi di Indonesia secara umum.” Itu yang dijelaskan oleh salah satu anggotanya, Nelson Napitupulu. Apakah GAR Alumni ITB itu benar-benar peduli dengan masalah radikalisme di Indonesia?
Baca: Ada Fadjroel Rachman di GAR ITB yang Melaporkan Din Syamsuddin
Jika benar GAR-ITB peduli dengan perkembangan radikalisme, maka di Indonesia sudah lama ada sekelompok orang Kristen yang terang-terangan mengumumkan diri mereka sebagai kaum radikal. Silakan itu dilaporkan!
Tahun 2011, terbit buku berjudul: Kami Mengalami Yesus di Bandung (Jakarta: Metanoia Publishing, 2011), kaum Kristen Indonesia ini menyatakan bangga, bahwa saat ini, telah muncul anak-anak muda Kristen yang “dibangkitkan untuk mengikut Tuhan secara radikal.” (hlm. 23).
Mereka memiliki sikap RADIKAL dalam berbagai aspek:
- Radikal dalam Pemberian. Banyak anak muda memberikan apa saja yang mereka miliki kepada Tuhan untuk pekerjaan pelayanan yang memang kerap dilakukan tanpa kehadiran donatur-donatur.
- Radikal dalam Membayar Harga. Bangkitnya anak-anak muda yang berani membayar harga, tidak peduli berapa pun itu. Beberapa dianiaya oleh orang tua yang belum mengerti. Ada yang dipukuli dan dikejar dengan benda tajam, namun tetap memilih untuk mengikut Tuhan.
- Radikal dalam Kekudusan Hidup. Bangkitnya anak-anak muda yang memiliki komitmen dari hal-hal sederhana seperti tidak menyontek lagi. Kemudian munculnya generasi yang bertekad untuk hidup kudus dalam pergaulan antar lawan jenis, memutuskan untuk menjaga kesucian pernikahan, serta hidup berbeda dari anak-anak muda pada umumnya yang hidup bebas.
- Radikal dalam Memberitakan Injil. Banyak anak muda mendatangi taman-taman kota di Bandung, tempat para gelandangan, pencuri, dan bahkan tempat-tempat rawan seperti markas para perampok berkumpul untuk memberitakan Kabar Baik kepada mereka. Bertahun-tahun tempat-tempat seperti ini terus dilayani secara teratur oleh anak-anak muda yang sudah diubahkan oleh Kristus.
Ada lagi buku Kristen berjudul “Being Radical for Jesus”: Membangun Dasar Kehidupan Kristen Yang Radikal bagi Tuhan” (Yogya: Penerbit Andi, 2016). “Buku ini menjawab tentang Amanat Agung Tuhan Yesus untuk “pergi menjadikan semua bangsa murid Kristus” (Mat. 28:19). Tanpa iman yang radikal, gereja masa kini tidak akan mungkin melakukannya,” begitu kata penulis dalam pengantar bukunya.
Baca: “Bangga Menjadi Kristen Radikal”
Bab ke-5 diberi judul “Menjadi Kristen Radikal”. Dijelaskan bahwa radikalisme yang dimaksud di sini adalah radikalisme positif tanpa kekerasan. “ini merupakan bentuk keyakinan yang kuat kepada Tuhan sehingga mau membayar harga demi mempertahankan imannya walaupun kematian adalah harganya.” (hlm. 169-170).
Jadi, apakah yang disasar oleh GAR-ITB hanya orang-orang muslim saja? Kita tunggu langkah selanjutnya dari GAR-ITB
Buku ini sangat menekankan pentingnya menjadi Kristen radikal, dalam arti menjadi misionaris. Kata Robert Colemen: “Penginjilan bukanlah suatu tambahan pilihan hidup, tetapi penginjilan merupakan denyut nadi dari pada hidup dan panggilan setiap jemaat.” (hlm. 306).
Menjadi Kristen radikal itu artinya siap mati dalam menjalankan misi agamanya. “Kehidupan kekristenan harus dibuktikan dengan mau mengorbankan apa saja demi mengasihi Tuhan, bahkan nyawanya sendiri. Jika seseorang mati demi nama Tuhan, apa yang dilakukannya itu akan membuahkan banyak jiwa-jiwa yang diselamatkan.” (hlm. 387).
“Kasih telah membawa banyak orang Kristen menjadi sangat radikal. Karena kasih dan untuk kasih, orang Kristen menjadi radikal dan mengorbankan apa saja, bahkan sampai kematiannya. Hal ini memang harus dikerjakan gereja Tuhan pada masa kini. Gereja harus kembali bangkit dan berjalan di dalam kasih untuk menyelamatkan dunia ini. Setiap orang Kristen harus “tidak mengasihi nyawanya” dan “mengasihi” jiwa-jiwa yang terhilang. Kasih yang radikal akan menyelamatkan mereka dari hukuman kekal dan menghancurkan setiap ketidakpercayaan terhadap Tuhan Yesus Kristus. Kasih yang radikal adalah kasih yang bertindak secara aktif dengan cara positif dan berani menghadapi resiko kehilangan nyawa sekalipun untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.” (hlm. 389-390).
Dari kalangan Katolik pernah terbit buku berjudul: “Beriman dengan Radikal”, karya B.S. Mardiatmadja, S.J. (Yogyakarta: Pustaka Kanisius, 1996). Buku teologi Katolik ini menegaskan: “Mengikuti Yesus secara radikal adalah panggilan yang diserukan kepada setiap orang Kristiani. Baik awam maupun rohaniwan, biarawan maupun biarawati, hanya mendapat panggilan satu: radikal menjadi murid Yesus. Artinya: mengarahkan hidup sampai ke akar-akarnya kepada Allah dalam Yesus Kristus.” (hlm. 90).
***
Jadi, apakah yang disasar oleh GAR-ITB hanya orang-orang muslim saja? Kita tunggu langkah selanjutnya dari GAR-ITB. Sebab, salah satu sila Pancasila jelas-jelas menyatakan: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kaum muslim Indonesia juga merupakan rakyat Indonesia dan berhak mendapatkan keadilan.
Dalam disertasinya di Utrecht, Belanda, Adnan Buyung Nasution mencatat, pada tahun 1918, di Indonesia dibentuk apa yang disebut sebagai “Radicale Concentratie”, yang terdiri atas Budi Utomo, Sarekat Islam, Insulinde, dan Indische Sociaal Democratische Vereniging. Tujuannya untuk membentuk parlemen yang terdiri atas wakil-wakil yang dipilih dari kalangan rakyat.
Mari kita berpikir jernih dan menjaga keutuhan NKRI! (Semarang, 15 Februari 2021).
Kolumnis, pengasuh Pondok Pesantren At-Taqwa College (Atco), Depok. www.adianhusaini.id
Tulisan lain ADr Adian Husaini