Bung Karno mengakui, sejak umur 15 tahun, beliau sudah menjadi pengagum Kiai Ahmad Dahlan, 110 tahun, Muhammadiyah sudah berjuang mencerdaskan bangnya dengan ribuan sekolahnya
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Hidayatullah.com | HARI Jumat, 18 November 2022, Persyarikatan Muhammadiyah genap berusia 110 tahun. Milad ke-110 itu diperingati bersamaan dengan penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48 di Kota Surakarta (Solo).
Muktamar Muhammadiyah kali ini begitu semarak dan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo. Tentu, 110 tahun bukan usia muda.
Muhammadiyah sudah sangat matang dan banyak makan asam-garam perjuangan dalam mewujudkan cita-citanya: “Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila mengikuti jejak (ittiba’) perjuangan para nabi terutama perjuangan Nabi Muhammad ﷺ.”
Nama “Muhammadiyah” dijadikan sebagai nama organisasi Islam raksasa. Harapannya, umat Islam dengan sungguh-sungguh bersedia mengikuti sunnah-sunnah Nabi Muhammad ﷺ.
Di sinilah amanah yang diemban oleh pimpinan Muhammadiyah sangatlah berat. Para pemimpin itu akan bertanggung jawab atas penggunaan nama Nabi Muhammad, dan bagaimana aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat ideal yang dicita-citakan Muhammadiyah adalah masyarakat yang adil dan makmur, penuh kasih sayang dan tolong menolong satu dengan lainnya, memiliki budaya literasi tinggi, membenci kemunkaran, kemaksiyatan, kecurangan, dan kebohongan.
Masyarakat ideal seperti itu bukanlah masyarakat utopis. Masyarakat ideal itu pernah terwujud di masa Nabi Muhammad ﷺ dan beberapa genereasi sesudah nabi.
Masyarakat ideal itu memiliki budaya ilmu (budaya literasi) yang tinggi; budaya gotong royong yang kuat; sangat taat kepada hukum; benci korupsi dan benci khamr.
Masyarakat ideal itu juga masyarakat yang sangat kuat. Hanya dalam tempo 5 tahun setelah Rasulullah ﷺ wafat (632 M), generasi hebat ini sudah mampu mengungguli Romawi.
Bukan hanya dalam militer, tetapi juga unggul dalam ilmu dan peradaban. Tahun 636 M, umat Islam sudah mampu membangun peradaban yang damai dan unggul di Baitul Maqdis (Jerusalem).
Rasulullah ﷺ membangun masyarakat ideal dengan melahirkan satu generasi unggul dalam waku 23 tahun. Generasi ideal (khairun naas) itu lahir dari satu proses pendidikan ideal yang dididik langsung oleh guru terbaik, yaitu Rasulullah ﷺ.
Sang guru inilah yang menjadi teladan langsung dan abadi bagi para murid-muridnya. Sang guru menjadi suri tauladan bagi mereka.
Generasi ideal ini dididik dengan model pendidikan terbaik, yang disampaikan oleh Umar bin Khathab r.a.: “Taaddabuu tsumma ta’allamuu!” Beradablah kamu, kemudian berilmulah kamu.
Tujuan dakwah Nabi sangatlah jelas: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Beliau menjadi contoh dalam penerapan akhlak mulia. Akhlak beliau sangat mulia dan dipuji oleh al-Quran: “wainnaka la-‘alaa khuluqin ‘adhiim.” Aisyah r.a. menyatakan, bahwa akhlak Rasulullah ﷺ adalah al-Quran.
Inilah yang masih menjadi PR besar bagi Muhammadiyah dan juga organisasi-organisasi Islam lainnya. Bagaimana mewujudkan generasi yang berakhlak mulia ini.
Bagaimana rumah-rumah tangga kita, masjid-masjid kita, pesantren-pesantren kita, kampus-kampus kita, dan juga sekolah-sekolah kita melahirkan anak-anak yang berakhlak mulia.
Di usianya yang ke-110 ini, Muhammadiyah memiliki ribuan amal usaha. Ada ratusan Perguruan Tinggi, ribuan sekolah, ratusan rumah sakit, dan berbagai amal usaha lainnya yang dikelola Muhammadiyah.
Alhamdulillah, kepercayaan masyarakat terhadap Muhammadiyah terus menguat. Dengan ribuan lembaga pendidikan yang dikelolanya, Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk melahirkan generasi gemilang yang akan memimpin bangsa Indonesia, di masa depan.
Dalam perjalanan sejarahnya, KH Ahmad Dahlan melakukan langkah-langkah mirip dengan apa yang dilakukan Rasulullah ﷺ. KH Ahmad Dahlan adalah pribadi yang hebat dan mempesona.
Bung Karno mengakui, sejak umur 15 tahun, beliau sudah menjadi pengagum Kyai Dahlan. Bahkan, ketika itu, Bung Karno sempat “nginthil” Kyai Dahlan. Di akhir hidupnya, Bung Karno berpesan, agar jenazahnya dishalatkan oleh ulama Muhammadiyah, yaitu Buya Hamka.
Pendidikan Muhammadiyah telah melahirkan tokoh-tokoh besar yang diakui jasanya sebagai Pahlawan Nasional, Ki Bagus Hadukusumo, Abdul Kahar Muzakkir, Panglima Besar Sudirman, Kasman Singodimedjo, Buya Hamka, AR Fahrudin, dan banyak sekali tokoh lainnya.
Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo, telah dipilih dan diberikan amanah kepada sejumlah tokoh untuk memimpin Muhammadiyah. Kita doakan semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan bimbingan kepada para pimpinan dan pengurus Muhammadiyah untuk menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya. Aamiin. (Depok, 19 November 2022).*
Penulis Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII)