Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Dr. Adian Husaini
Karena itulah, komunitas McJak mengajak kaum muslim di Jakarta untuk berpikir lebih mendasar, dan jangan sampai terkena penyakit munafik, yang mengeliminasi keimanannya sendiri. Seorang muslim yang yakin dengan kebenaran al-Quran, pasti yakin pula bahwa al-Quran adalah solusi bagi kehidupan manusia, bukan hanya untuk orang Islam saja.
“Kalau orang Islam saja tidak yakin dengan al-Quran sebagai solusi masalah kehidupan, lalu bagaimana dengan orang lain,” kata Adnin Armas. Padahal, seperti telah disebutkan oleh Mochtar Lubis, masalah utama bangsa Indonesia itu adalah soal kemunafikan. Para pejabat yang korupsi itu menyalahi sumpahnya sendiri. Itu satu bentuk kemunafikan. Kalau kemunafikan itu terkikis, masyarakat pasti maju, negara sejahtera. Ulama dan para tokoh agama akan baik, karena yang diceramahkan sama dengan apa yang dikerjakan. Penguasa juga baik, rakyat juga baik.
Nabi Muhammad saw pun menegaskan, bahwa tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: (1) jika berkata ia dusta, (2) jika berjanji, ia tidak menepati, dan (3) jika dipercaya, ia khianat. Maka, mudah sekali dipahami, bahwa kemunafikan adalah sumber kerusakan masyarakat dan bangsa Indonesia. Apalagi, jika kemunafikan itu melanda para elite negara, seperti pemuka agama dan pejabat pemerintah.
Adnin Armas yakin, bahwa di Jakarta, semua orang pasti menghormati al-Quran. Ada aneka lomba baca dan hafal al-Quran. Bahkan, gubernur yang non-muslim pun merestui berbagai kegiatan baca tulis al-Quran. Presiden juga percaya al-Quran dan hormat pada al-Quran, sehingga setiap tahun diselenggarakan Peringatan Nuzulul Quran secara resmi, sebagai acara kenegaraan. Maka, disebut apakah jika kemudian ada orang-orang muslim yang tidak mau menjadikan al-Quran sebagai pedoman dan solusi untuk masalah kehidupan?
Ditanya, tentang contoh aplikasi dari penerapan al-Quran dalam pembangunan, misalnya, dalam masalah pengendalian banjir, Adnin Armas menjelaskan perbedaan cara pandang sekuler sekuler dengan cara pandang Qurani dalam soal penanggulangan banjir.
Orang sekuler, paparnya, memandang banjir itu hanya fenomena alam saja. Karena mereka hanya menggunakan sumber ilmu dari panca indera dan akal semata (ilmu empiris dan rasional). Karena itu, cara penyelesaiannya pun hanya mengandalkan ilmu-ilmu empiris dan rasional, seperti menggusur penduduk dari bantaran sungai, membuat resapan, membuat waduk, dan sebagainya.
Itu berbeda dengan pemimpin yang menggunakan ilmu al-Quran dalam penanggulangan banjir. Dalam perspektif al-Quran, penanggulangan banjir harus disertai dengan ajakan kepada para pemimpin dan masyarakat untuk tidak durhaka kepada Allah Subhanahu Wata’ala: jangan buang sampah sembarangan, jangan korupsi, jangan maksiat, jangan melacur, jangan berdiam diri terhadap kemungkaran, jangan menyekutukan Allah, dan sebagainya.
Sebab, menurut al-Quran, banjir itu datang karena kehendak Allah Subhanahu Wata’ala. Semua musibah terjadi atas kehendak Allah, bukan terjadi atas kehendak alam. Juga yang lebih penting lagi, manusia bisa memahami makna musibah dan bencana. Sebab, di situlah letak aspek kesabaran dan ikhtiyar untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Banjir bisa merupakan hukuman, ujian, atau teguran dari Allah Subhanahu Wata’ala. Jadi, solusi masalah banjir secara “Qurani” ini lebih komprehensif dan lebih membahagiakan dibandingkan dengan konsep sekuler.
“Jadi, al-Quran itu merupakan solusi untuk seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah-masalah kehidupan di Jakarta. Yang penting, jangan munafik. Percaya nggak, bahwa al-Quran itu pedoman hidup dan rahmat bagi umat manusia!,” tegas Adnin Armas.
Terobosan dan tawaran komunitas McJak ini perlu diperhatikan dengan serius oleh para kandidat calon gubernur atau calon wakil gubernur DKI Jakarta. Jangan sampai kaum muslim ini hanya berkutat pada masalah “Ahok versus Bukan Ahok”. Gubernur Jakarta bukan sekedar harus muslim, tetapi harus muslim yang punya komitmen membangun diri, keluarga, dan masyarakat Jakarta berdasarkan al-Quran. Sebab, memang, akar masalah Jakarta adalah kekeliruan konsep pembangunan, khususnya pembangunan manusianya, sehingga melahirkan oknum-oknum birokrat yang korup, malas, serakah, tidak berpihak kepada rakyat, dan sebagainya.
Kita berterimakasih atas gagasan McJak untuk Jakarta. Ini sebuah terobosan penting. Maka, berikut ini sebuah paparan sekilas untuk mengenal perintis komunitas McJak, yaitu Adnin Armas MA (45 tahun). Lelaki kelahiran tahun 1971 ini adalah salah satu cendekiawan dan ulama muda Indonesia yang menonjol. Pria kelahiran Aceh ini menjalani pendidikan di Kulliyatul Mu’allimin Islamiy Pesantren Gontor, lalu melanjutkan S-1 (Ilmu Filsafat) di International Islamic University Malaysia. Jenjang S-2 (Islamic Thought) ditempuh di International Islamic Thought and Civilization (ISTAC-KL) dengan Tesis berjudul “Fakhruddin al-Razi on Time” di bawah supervisi Prof. Dr. Paul Lettinck, pakar Islamic Science dari Belanda.
Adnin Armas merupakan salah satu murid dari Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang tak lain adalah cucu dari Habib Keramat Empang Bogor (Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas), salah satu dari Habaib yang paling berpengaruh di Indonesia. Kini, Adnin Armas sedang menyelesaikan disertasi doktornya di Center for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization (CASIS), Universiti Teknologi Malaysia.
Dua bukunya yang terkenal: Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal (GIP, 2004), dan Metodologi Bibel dalam Studi al-Quran (GIP, 2006). Adnin Armas juga pendiri dan peneliti INSISTS, serta pelopor Acara Tahunan yang sangat fenomenal di bidang Olimpiade Sains dan Matematika, yaitu Fakhruddin al-Razi Competition, sebuah lomba yang memadukan keahlian di bidang ulumuddin dan matematika. Setiap tahun, puluhan ribu pelajar dari Indonesia, Malaysia, Singapura, mengikuti kompetisi tersebut.
Kini, disamping mengisi ceramah keagamaan dan kuliah Filsafat di berbagai kampus, Adnin Armas juga diamanahi sebagai Direktur Eksekutif Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), serta pemimpin redaksi Majalah Gontor.
Semoga gagasan komunitas McJak (Muslim cinta Jakarta), “Saatnya Jakarta Dipimpin al-Quran”, mendapatkan sambutan yang sepatutnya dari masyarakat muslim Jakarta., sehingga Jakarta menjadi Kota yang aman sejahtera dan diberkahi Allah Subhanahu Wata’ala. Amin. *
Penulis adalah Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan (CAP) hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com