Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Muhaimin Iqbal
Kadang petunjuk itu begitu jelas dan mudah dipahami seperti surat Yusuf 47 tersebut, tetapi ada juga petunjuk yang hanya tersyirat – maka hanya Allahlah yang bisa menuntun kita untuk bisa menjalaninya sampai mengimplementasikannya di lapangan – itulah hikmah yang diberikan kepada para ulul albab yaitu orang-orang yang menguasi inti persoalan (QS 2:269 ; QS 3:190).
Saya berikan contoh misalnya ketika Allah bercerita tentang pemuda Ashabul Kahfi yang ditidurkan di gua selama 309 tahun (QS 18:25), maka ini adalah salah satu tanda-tanda kekuasaanNya yang bisa memberi petunjuk bagi orang yang dikehendakiNya untuk mendapatkan petunjuk tersebut (QS 18:17).
Bahwa dengan ijinNya, manusia bisa ditidurkan selama 309 tahun dan setelah itu bangun dalam kondisi tetap pemuda seperti hanya tidur sebentar. Maka pelajaran dari tidur panjang ini bisa menjadi petunjuk untuk berbagai aplikasi kehidupan lainnya.
Seperti pada teknologi pasca panen buah tersebut di atas, bayangkan bila Anda bisa ‘menidurkan’ buah yang masak di pohon. Maka buah yang dipetik dalam kondisi masak di pohon dan kemudian ‘ditidurkan’, dia akan tetap dalam kondisi itu sampai dia ‘dibangunkan’ dari tidurnya.
Apa yang terjadi ketika manusia tidur? Kebutuhan energinya sedikit, aktivitas pernafasannya rendah. Kurang lebih demikianlah insyaAllah kita akan bisa ‘menidurkan’ buah, menurunkan tingkat pernafasannya sampai titik terendah tetapi tidak berhenti – orang yang tidur-pun tidak berhenti bernafas karena kalau berhenti akan mati!
Bagaimana buah bisa tidur efektif tetapi tidak mati ? Itulah bagian dari amal manusia yang harus terus bekerja mencari solusinya dan memohon petunjukNya agar ini bisa dilakukan. Secara teoritis bila kita bisa ‘menidurkan’ buah dengan menurunkan tingkat pernafasannya sampai Extinction Point (EP) – titik kepunahan, maka buah bisa berumur sangat panjang seperti pemuda Ashabul kahfi tersebut!
Extinction Point tersebut adalah titik dimana buah tetap mengalami pernafasan aerobic tetapi dalam kondisi minimalnya, dibawah titik EP ini buah tidak lagi bernafas secara aerobic tetapi bernafas secara anaerobic – yang justru akan bergerak cepat kearah pembusukan/kematian.
Bayangkan sekarang bila berdasarkan petunjuk tersebut kita bisa mengembangkan teknologi peniduran buah yang pari purna, maka kita bisa makan durian segar tidak harus menunggu musim durian, bisa makan mangga segar matang di pohon diluar musim mangga – bahkan ribuan kilometer dari lokasi penanaman pohon tersebut , dlsb.
Peluang ekonominya akan luar biasa karena kita bisa mengirim buah kita kemana saja secara murah – karena tanpa harus peralatan pendingin yang tidak terputus – yang membuat harga buah mahal dan tidak terjangkau bagi sebagian orang. Dan yang paling penting dari itu semua – tidak ada buah yang mubadzir – karena semuanya akan kemakan manusia dalam kondisi terbaik dan tersehatnya.
Bila teknlogi semacam ini meluas dan diaplikasikan ke perbagai produk pertanian lainnya, maka kelaparan dimuka bumi bisa dicegah atau minimal diminimize. Ini tentu bukan cerita fiksi ilmiah, tetapi inspirasi teknologi berbasis ayat-ayat Al-Qur’an – yang perlu amal kita semua untuk bisa mewujudkannya.
Kami dan para santri di Madrasah Al-Filaha sudah ada bayangan bagaimana melakukannya, dan bahkan sedang melakukan serangkaian percobaan ke arah sana. Hanya saja sangat bisa jadi di antara pembaca tulisan ini ada yang lebih tahu dari kami tentang teknologi semacam ini, maka kami mengundang kontribusi Anda untuk ikut mengamalkan salah satu perintahnya ini. InsyaAllah.*
Penulis Direktur Gerai Dinar