PERAWATAN anak-anak memiliki tempat yang layak di hati kaum muslimin pada masa silam. Perawatan terhadap anak-anak dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, karena ajaran Islam memuat unsur kebahagiaan, keselamatan, dan ketenangan yang dapat dirasakan oleh anak.
Perawatan anak-anak dalam Islam memiliki berbagai keistimewaan. Ada larangan dan peringatan, ada pendidikan dengan cara yang lembut, namun tetap memiliki tujuan. Mari kita lihat sejenak beberapa fenomena perawatan anak-anak dalam Islam, di dalamnya terkandung unsur pengawasan dan perhatian, memenuhi kebutuhan rasa aman dan tenang bagi anak.
Suatu hari Umar bin Khaththab melalui salah satu jalan di kota Madinah, ia mendapati anak-anak sedang memunguti buah kurma yang terdapat di halaman rumah. Ketika Umar melihat mereka, anak-anak itu berlari, kecuali satu orang anak yang tetap berdiri di tempatnya. Ketika Umar mendekat, anak itu segera berkata, “Wahai Amirul Mukminin, kurma ini dihembus angin.”
Umar berkata, “Perlihatkan kepadaku agar aku dapat mengamatinya. Jika benar jatuh ditiup angin, aku dapat mengetahuinya.” Umar memperhatikan buah kurma itu dan berkata, “Engkau berkata benar.”
Anak itu merasa girang dan berkata, “Apakah engkau melihat anak-anak yang berada di sana? Mereka sedang menunggu aku pergi sendirian, setelah itu mereka akan menghampiriku dan mengambil buah kurma milikku.” Umar tertawa dan menepuk bahu anak kecil itu sambil berkata, “Ikutlah bersamaku, aku akan mengantarkanmu ke rumahmu.” Umar memegang tangan anak itu dan berjalan di sampingnya hingga sampai ke rumahnya.
Melalui kisah ini, kita dapat mengetahui kecerdasan anak kecil tersebut. Ia tetap berdiri dan tidak lari, karena ia mengetahui dirinya tidak melakukan kesalahan. Apa yang ia ambil adalah sesuatu yang dibolehkan, karena buah kurma yang jatuh tertiup angin itu sedikit. Di samping itu kita juga dapat melihat perhatian Umar ra. terhadap tingkah laku anak tersebut agar kebenaran nyata baginya.
Umar tidak membiarkan peristiwa itu terjadi seperti apa yang dibayangkan teman-teman anak kecil itu. Umar berkata kepada anak kecil itu, “Perlihatkan kepadaku agar aku dapat mengamatinya, jika benar jatuh ditiup angin aku dapat mengetahuinya.” Tidak diragukan lagi, jika kenyataannya tidak seperti itu, tentulah anak kecil itu akan mendapatkan perlakukan yang lain. Sikap Umar yang lain adalah, ketika Umar mengetahui bahwa anak-anak itu akan mengambil kurma milik anak kecil itu, Umar memegang tangan anak kecil itu dan mengantarkannya hingga sampai ke rumah.
Perhatian terhadap anak-anak tidak hanya terbatas pada anak-anak kaum muslimin saja, bahkan toleransi ajaran Islam dan ketinggian syariatnya tidak membolehkan pembunuhan terhadap anak-anak kaum musyrikin jika anak-anak itu tidak ikut serta dalam peperangan melawan kaum muslimin. Jika mereka ikut serta, maka dibolehkan untuk membunuhnya.
Dalam sunnah terdapat teks yang memperlihatkan kepada kita hakikat kebenaran ini. Orang-orang yang menyebarkan isu peperangan dan penggunaan senjata dalam Islam akan mengetahui betapa toleransinya agama Islam dan betapa tingginya perhatian ajaran Islam terhadap perawatan orang-orang lemah dan anak-anak, serta mereka yang tidak ikut berperang melawan kaum muslimin.
Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Janganlah kamu membunuh anak-anak kecil dalam peperangan.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah mereka adalah anak orang-orang musyrik?” Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam berkata, “Mengapakah kamu memilih anak-anak orang musyrik?” (HR. Ahmad).
Dari Anas ra., Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Berangkatlah dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah, janganlah kamu membunuh orang tua renta, anak kecil, perempuan, dan janganlah kamu bersikap berlebihan. Kumpulkanlah hasil peperangan kamu dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (HR. Abu Daud).
Masih banyak hadits lain yang menyingkap karakteristik agama yang lurus ini, menyingkap kandungannya yang agung dan mulia, toleran dan memberi kemudahan, perhatian terhadap perawatan anak-anak sebagai batu pondasi sebuah bangunan keluarga yang Islami. Kita mesti memberikan rasa aman dan tenang kepada anak-anak kita, memenuhi segala kebutuhan mereka, namun bukan berarti tidak memperdulikan kesalahan yang dilakukan anak tanpa memberikan arahan dan nasehat, karena sikap sepele terhadap pendidikan anak hanya akan menyebabkan bahaya dan penyesalan di kemudian hari.*/Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim, mantan Rektor Universitas al-Azhar, dari buku Wahai Keluargaku Jadilah Mutiara yang Indah.