SELAIN akibat masalah perceraian orangtua, hal lain yang membuat anak seringkali tidak memiliki semangat belajar adalah terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan inilah yang menyebabkan anak tidak bisa berkonsentrasi dalam belajarnya dan hanya dibayang-bayangi oleh ketakutan. Karena itu, wajarlah bila hal ini membuat anak mudah frustrasi dan malas belajar.
Belakangan ini, baik berita televisi maupun surat kabar, makin banyak tersiar adanya kekerasan dalam rumah tangga. Biasanya dilakukan oleh sang suami. Namun, ada pula yang didalangi oleh sang istri.
Bagaimana pun bentuknya peristiwa kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, korban sesungguhnya adalah anak-anak. Kehidupan anak-anak mereka di kemudian hari akan menjadi serba ketakutan dan tumbuh dengan pikiran yang diracuni dengan kekerasan.
Bagaimana nasib anak-anak yang hidupnya di tengah-tengah kekerasan keluarga? Batin mereka selalu diliputi ketakutan dan kekhawatiran. Contoh kekerasan yang disodorkan orang tua, secara tidak langsung, mendoktrinasi pikiran bawah sadar anak. Rekaman kekerasan ini nantinya akan menjadi cerminan kehidupan mereka di masa depan, terutama saat mereka berumah tangga dan mendidik anaknya.
Orang tua bertanggung jawab atas kesejahteraan lahir dan batin anaknya. Jika anak tumbuh menjadi orang yang kuat dan berguna, maka itu adalah hasil usaha orang tua. Sedangkan, jika anak tumbuh menjadi orang yang menyusahkan, maka orang tua harus bertanggung jawab.
Pada masa pertumbuhannya, anak memerlukan kasih sayang, perawatan, dan perhatian orang tua. Tanpa kasih sayang dan bimbingan orang tua, anak akan menjadi cacat secara emosional dan dunia akan menjadi tempat yang tak bersahabat baginya untuk hidup.
Melimpahkan kasih sayang bukan berarti memenuhi segala keinginan anak, baik yang perlu maupun yang tidak masuk akal. Kasih sayang harus diberikan dengan sikap tegas, tetapi lembut dalam menghadapi anaknya yang “ngambek”. Anak tidak hanya memerlukan pemenuhan kebutuhan material, kuncinya pada kebutuhan rohani dan mental. Berdasarkan prioritas perhatian dan kasih sayang pada anak, maka mereka akan tumbuh menjadi orang yang berguna. Jauh dari masalah mental dan moral.
Umumnya, kekerasan dalam rumah tangga terjadi disebabkan suami dan istri tidak memahami tanggung jawabnya masing-masing dalam keluarga. Bila suami dan istri memahami tanggung jawabnya, maka akan tercipta rasa saling pengertian.
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi oleh kesalahpahaman, yang kemudian diwujudkan dalam tindakan. Hal ini menunjukkan kurangnya pengendalian diri. Orang yang dipenuhi kemarahan tidak dapat melihat dengan jelas, bagai dibutakan oleh asap.
Orang yang memperlihatkan kebencian akan membawa penderitaan bagi diri sendiri. Karena, orang yang sering dimasuki kemarahan dan kebencian ibaratnya sedang mengeluarkan racun dari dalam dirinya dan akan lebih melukai dirinya sendiri daripada orang lain.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat diakhiri dengan belajar untuk mengerti peran masing-masing dalam kehidupan berkeluarga dan belajar untuk bersabar terhadap segala sesuatu. Kemarahan atau kebencian akan menuntun seseorang menuju rimba yang tidak memiliki jalan setapak untuk dilalui.
Kemarahan atau kebencian juga akan melemahkan jasmani serta mengganggu pikirannya. Kata-kata kasar yang kita lontarkan ibarat anak panah yang lepas dari busurnya yang tidak akan dapat ditarik kembali walaupun kita persembahkan seribu permohonan maaf untuk itu.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Mengapa Anakku Malas Belajar, penulis buku: Imam Musbikin)