Hidayatullah.com | SAYA ingin bertanya, Jika seorang transgender meninggal, apakah tubuhnya dikelola menurut jenis kelamin yang diubah atau jenis kelamin yang asli? Bagaimana cara memandikan jenazah Transgender? Mohon pencerahannya.
Jabawan Ringkas:
Jenazah transgender dikelola sesuai dengan jenis kelamin aslinya.
Deskripsi jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah. Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Sholawat dan salam kami haturkan kepada Nabi besar Muhammad ﷺ , para istri dan keluarganya, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti jejaknya sampai hari kiamat.
Menurut Islam transgender adalah praktik dan perilaku menyimpang yang berlawanan dengan jenis kelamin. Kategori ini bisa dibongkar dengan mengusung makna perempuan sekaligus laki-laki dan sebaliknya. Semua perbuatan yang melibatkan proses mengubah jenis kelamin asli menjadi lawan jenis jelas bertentangan dengan hukum Islam.
Dalam hukum Islam, istilah ini paling dekat disebut sebagai al-mukhannath (laki-laki yang menyerupai feminitas) atau al-mutarajjil (perempuan yang menyerupai maskulinitas). Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad ﷺ :
لَعَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ
“Artinya: Nabi ﷺ melaknat laki-laki yang bersifat kewanitaan dan perempuan yang bersifat kelaki-lakian.” (Diriwayatkan al-Bukhari (5886).
Golongan transgender atau waria dilaknat oleh Nabi ﷺ . Baik laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya.
Dalam hal ini mengacu pada kelompok laki-laki yang menyerupai perempuan dari berbagai sudut sehingga menonjolkan laki-laki sebagai perempuan dan bukan lagi laki-laki. Imam al-Tabari mengatakan, hadits larangan tersebut menunjukkan bahwa pria tidak boleh menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan yang didedikasikan untuk wanita dan sebaliknya (Lihat: Fath al-Mun’im Syarh Sohih Muslim, 8/520).
Para ahli bahasa mengatakan arti al-mukhannath adalah sebagai berikut: “Ahli bahasa mengatakan al-mukhannath adalah kelompok yang menyerupai seorang wanita dalam tindakan, kata-kata dan gerak tubuh. Kadang-kadang terjadi secara alami (tidak diciptakan) tetapi kadang-kadang terjadi dengan sengaja (diciptakan).” (Lihat: Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim, 14/163).
Oleh karena itu, berdasarkan pengertian di atas al-mukhannath terbagi menjadi dua, yaitu ciri-ciri yang lahir secara alamiah dan diciptakan. Jika sifat perempuan dalam diri laki-laki lahir atau lahir secara wajar, maka perbuatan itu tidak berdosa. Sedangkan dosanya adalah jika ciri-ciri tersebut diciptakan dengan sengaja. (Lihat: ‘Umdah al-Qari, 8/403).
Dengan demikian, berdasarkan pengertian transgender dan al-mukhannath yang telah disebutkan dengan jelas bahwa seorang individu tetap dengan jenis kelamin aslinya, hanya penampilannya yang menunjukkan lawan jenis. Oleh karena itu cara memandikan jenazah transgender, sesuai dengan kelamin awal. Seorang laki-laki tetaplah seorang laki-laki meskipun ia bertingkah laku seperti seorang perempuan. Semua hukum yang berlaku padanya juga sesuai dengan jenis kelamin pria tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Syaikh al-Syarwani:
ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فلا نقض في الاولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صور
“Jika seorang laki-laki bertingkah laku seperti perempuan atau sebaliknya, (jika seorang laki-laki menyentuhnya) tidak membatalkan wudhunya pada masalah pertama (laki-laki berwatak perempuan) dan membatalkan wudhunya pada masalah kedua (perempuan berwatak laki-laki) karena dipastikan tidak ada perubahan realitas tetapi yang berubah hanyalah penampakannya, yaitu berubah dari satu penampakan ke bentuk penampakan lainnya. (Lihat: Hawasyi al-Syarwani, 1/137).
Kesimpulan
Semua hukum terkait transgender didasarkan pada jenis kelamin aslinya. Hal ini disebabkan karena tidak ada perubahan pada jenis kelamin aslinya, yaitu dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya, tetapi yang berubah hanyalah penampilan luarnya saja.
Oleh karena itu, semua masalah yang berkaitan dengan aurat, pakaian, pengelolaan jenazah seorang waria sesuai dengan jenis kelamin aslinya. Wallahu a’lam.* (diambil dari laman Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan)