TEBAK, ini gambar apa? Jika belum tahu, perhatikan baik-baik! Apa yang Anda lihat?
Ya, seperti itulah yang dirasakan warga Desa Anjir Pulang Pisau, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah sehari-hari. Kabut Asap!
Foto tersebut diambil oleh Sujarwanto (27), salah seorang warga Desa Anjir, pada Rabu (21/10/2015) sekitar pukul 07.43 WITA. Foto yang dijepret dengan kamera handphone itu menggambarkan kondisi di kampungnya, sekitar Jalan UPT, yang dipenuhi kabut.
Foto ditampilkan apa adanya, tanpa diedit kecuali penyesuaian ukuran gambar.
Kepada hidayatullah.com, Sujarwanto mengaku, jarak pandang di tempat tinggalnya sangat terbatas. “Kalau ada motor yang nyalain lampunya, 30 meter baru kelihatan. Kalau benda biasa ya kurang dari jarak itu (baru terlihat),” ujar ustadz sebuah pesantren di Anjir ini.
Ia berututur, sudah lebih dari sebulan ini Pulang Pisau terdampak bencana asap. Kondisi udara pun kadang cerah, kadang berkabut tipis, kadang berkabut tebal.
“Saat cerah itulah terjadi kebakaran lagi, dan esoknya bisa dipastikan kabut asap lagi. Cuma (kabut) tebal seperti di foto itu biasanya terjadi kalau 2-3 hari sebelumnya ada kebakaran hebat,” ujarnya.
Akibat kabut asap itu, aktifitas di pondoknya banyak yang terhenti. Sebab para penghuni pesantren harus mengurung diri dalam ruangan. Apalagi asap itu, kata dia, bercampur debu kasar.
“Karena bukan hanya pohon dan rumput liar yang terbakar, tapi tanahnya juga terbakar,” ujarnya.
Kini warga Anjir dan sekitarnya terpaksa mengenakan masker, termasuk Sujarwanto, beserta istri dan dua anaknya berusia 7 dan 4 tahun.
“Ini di dalam rumah aja pakai masker,” ujar pria lulusan MA RM Putra Balikpapan, Kalimantan Timur ini.
Meski demikian, dia menganggap, bencana tersebut sebagai ujian bagi bangsa ini.
“Umat Islam perbanyak istighfar. Masyarakat instrospeksi, jangan hanya untuk keperluan perut sendiri sehingga mengorbankan nasib banyak orang,” ujarnya mengeluh.
Untuk para pembakar lahan, ia berharap agar aparat menindak tegas mereka jika terbukti melanggar. Pemerintah pun dia harapkan menggelar shalat istisqo’.
“Untuk pemerintah, kalau belum dilaksanakan istisqo’, tolong instruksikan pada seluruh warga Indonesia untuk (shalat) istisqo’. Sebagai bentuk ketidakberdayaan kita dalam menghadapi cobaan ini,” ujarnya menitip pesan melalui hidayatullah.com.
Rasa-rasanya, dipesankan atau tidak, segenap bangsa ini sepatutnya memang segera menggelar shalat meminta hujan secara berkelanjutan. Pun, tampaknya, pemerintah mesti bertindak lebih cepat dan lebih nyata lagi dalam menuntaskan problem ini.
Sebab, jika bencana kabut asap bertahan lebih lama (semoga tidak), bukan tak mungkin rakyat tak lagi bisa berbuat apa-apa selain sebatas berdoa.
Atau bisa jadi, warga Anjir seperti Sujarwanto, jika kelamaan diselubungi kabut, tak lagi dapat melanjutkan proyek pembangunan mushallanya.
Anda tentu mungkin belum tahu, apa pemandangan normal pada foto headline berita ini? Dalam keadaan tanpa kabut tebal, di situ, kata Sujarwanto, terlihat sebuah lokasi pembangunan mushalla yang sedang dikerjakan pesantrennya.
“(Di foto) itu tampak ada tiang cor-coran yang samar-samar, di belakangnya ada hutan karet,” terang Sujarwanto.
Coba perhatikan lagi foto tersebut, bisakah Anda melihat tiang dan hutan yang dimaksud? Jika iya, semoga pemerintah, eh, pembaca lain, bisa melihatnya juga. Jika tidak? Mari buka mata dan hati kita baik-baik!*