Hidayatullah.com– Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah mengajak kaum Muslimin untuk melakukan evaluasi, instropeksi, dan muhasabah terhadap amalan puasa Ramadhan 1440H yang baru-baru ini berlalu.
Pertanyaan yang dinilai penting dalam muhasabah tersebut adalah, apakah ibadah yang umat Islam jalani selama Ramadhan telah mengantarkan umat kepada sasaran atau target yang dituju?
“Sangat disayangkan jika puasa kita sebulan penuh hanya menghasilkan lapar dan haus saja,” petikan khutbah Hari Raya Idul Fitri 1440H DPP Hidayatullah yang dibacakan khatib-khatib di berbagai daerah, Rabu (05/06/2019), 1 Syawal 1440H.
Disebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mensinyalir dalam sebuah haditsnya diriwayatkan Ahmad, yang artinya, “Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar saja.”
Terkait muhasabah itu, khatib mengingatkan bahwa tujuan utama berpuasa Ramadhan adalah agar menjadi insan bertaqwa.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala pada Surat Al-Baqarah ayat 183 yang hampir semua khatib dan penceramah di bulan Ramadhan selalu mengulang-ulangnya. Ayat tersebut artinya berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Bahwa, jelasnya, target puasa dan semua rangkaian ibadah yang menyertainya, baik yang wajib maupun yang sunnah, baik yang dikerjakan di siang hari maupun di malam hari adalah “la’allakum tattaqun”, mudah-mudahan menjadi orang yang bertaqwa.
“Kita berlapar-lapar di siang hari dan begadang di malam hari, tujuannya cuma satu, taqwa. Disiplin yang ketat selama sebulan penuh ternyata tujuannya hanya satu, lahirnya insan yang bertaqwa,” jelasnya.
Lalu, apa istimewanya orang yang bertaqwa? Di hadapan Allah semua manusia itu memiliki kedudukan yang sama. Allah tidak menilai manusia karena kekayaan yang dikuasai, jabatan yang dipegang, popularitas dan ketenaran, serta strata sosialnya. Allah hanya menilai manusia dari satu sisi saja, yaitu nilai ketaqwaaannya.
Sebagaimana, lanjutnya, firman Allah pada Surat Al Hujurat ayat 13, bahwa artinya, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.”
Khatib mengatakan, “Kita bersyukur jika diberi posisi yang baik, berupa jabatan, pangkat, dan kedudukan yang tinggi di mata manusia. Dengan jabatan itu kita bisa menebarkan kasih sayang, menegakkan keadilan, dan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan. Dengan kedudukan yang tinggi kita bisa mempengaruhi banyak orang agar berbuat baik, beramar ma’ruf dan nahi munkar. Dengan kedudukan dan posisi yang baik di masyarakat kita bisa mengajak sebanyak-banyaknya manusia untuk tunduk dan patuh terhadap syariat Islam.
Namun, apalah artinya jabatan yang tinggi kalau diperoleh dengan cara yang curang, bohong, menipu, dan manipulasi. Di sisi Allah, jabatan itu tidak menambah nilai, tapi justru mengurangi. Jabatan itu tidak menguntungkan, tapi malah merugikan. Jabatan seperti itu tidak menyelamatkan, tapi akan menghancurkan. Allah tidak tidur. Allah Maha Melihat, Allah Maha Mendengar. Allah Maha Menyegerakan hisab.”
Dijelaskan, taqwa adalah bekal hidup. Dengan bekal taqwa, hidup seseorang akan selamat, beruntung, dan menang. “Jika kita kalah di dunia, masih ada harapan untuk menang di akhirat,” sebutnya.*