SYARAT bagi orang yang hendak melakukan ibadah shiyam (puasa) Ramadhan agar puasanya sah ada 3:
1. Muslim, adalah orang yang setidak-tidaknya dengan sadar telah mengucapkan syahadatain (dua kalimah syahadat).
2. Baligh (dewasa menurut syara’), bagi laki-laki telah bermimpi basah sehingga mengeluarkan mani (sperma) atau yang telah berumur lima belas tahun. Adapun bagi wanita sudah mengalami haid atau telah berumur sepuluh tahun.
3. Berakal sehat, apabila seseorang tidak mengidap penyakit syaraf, gila, idiot dan sejenisnya.
Rukun Shiyam Ramadhan
Seseorang yang tengah melakukan ibadah shiyam (puasa) wajib melaksanakan rukun shiyam (puasa) agar puasanya diterima Alah.
Adapun rukun shiyam (puasa) adalah sebagai berikut:
A. Niat
B. Shiyam (puasa)
C. Futhur (berbuka puasa).
Niat
Niat berpuasa adalah ketetapan hati untuk melakukan ibadah tersebut berdasarkan keimanan, keikhlasan karena Allah Subhanahu Wata’ala belaka serta kesadaran penuh akan hukum wajibnya dan waktu melakukan ibadah tersebut, yakni sebulan penuh pada bulan Ramadhan.
Tidak disyaratkan melafalkan niat, karena niat terletak dalam hati, maka barangsiapa yang makan sahur untuk puasa, ia telah dianggap orang berniat puasa.
Syekhul Islam, Ibnu Taimiyah pernah mengatakan;
كُلُّ مَنْ عَلِمَ أَنَّ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ صَوْمَهُ فَقَدْ نَوَى صَوْمَهُ سَوَاءٌ تَلَفَّظَ بِالنِّيَّةِ أَوْ لَمْ يَتَلَفَّظْ . وَهَذَا فِعْلُ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ كُلُّهُمْ يَنْوِي الصِّيَامَ
“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa, 6:79)
Namun sebagian ulama menyatakan, niat boleh saja diucapkan (sebagian ulama mengatakan itu lebih baik). Adapun formulasi niat yang diucapkan antara lain berbunyi; “Nawaitu Shauma ghodin ‘an ada’ifardhi syahri Ramadhana Imaman Wahtisaban Lillahi Ta’ala (Saya berketetapan hati untuk berpuasa besuk pagi (bulan ini), untuk memehuhi kewajiban Ramadhan dengan iman dan ihlas karena Allah Ta’ala)
Ada dua hal tentang niat yang perlu diperhatikan;
Dasar hukum niat;
A. Al-Quran surat Al Bayyinah 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus (1596), dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
B. Hadits yang berbunyi;
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ Iيَقُوْلُ:
( إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ، وَ مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ )) [رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري و ابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Dari Amīr al-Mu’minīn, Abū Hafsh ‘Umar bin al-Khaththāb t, dia menjelaskan bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut.” (HR. al-Bukhāriy dan Muslim)
Waktu melakukan Niat
Niat sudah barang tentu dilakukan sebelum shiyam dimulai. Sedangkan waktu syiyam adalah dari fajar menyingsing sampai matahari terbenam.
Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من لم يُبَيِّتِ الصيامَ من الليل فلا صيامَ له
“Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka puasanya batal.” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)
Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)
Dari dalil-dalim tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa niat shiyam dilakukan sebelum fajar. Ini menunjukkan bahwa saaat sebelum fajar menyingsing adalah saat terakhhir dilakukannya niat syiyam (puasa).*