ADA ungkapan, “Api kecil bisa semakin besar ditempat yang mudah terbakar. Kemudian ia akan padam jika tidak ada yg ia bakar.” Sama dengan semangat diri dalam menjalani Ramadhan. Semangat itu akan semakin hidup jika memang diniatkan, diprogramkan dan dilaksanakan. Dan, semangat itu akan mati pada saat memang tidak ada niat, tidak ada program dan memang tidak ada komitmen menjadi lebih baik.
Lantas apa saja yang harus dilakukan selama menjelang akhir Ramadhan ini?
Pertama, memperbanyak membaca Al-Qur’an.
Jika mau kita pikirkan, amalan yang paling mudah untuk dilakukan selama Ramadhan, namun mendatangkan balasan besar, maka itu adalah membaca Al-Qur’an.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah berkumpul sebuah kaum di salah satu rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya, kecuali akan turun ketentraman kepada mereka, diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan Allah akan menyebut mereka ke hadapan makhluk di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain disebutkan;
“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan “alif lam mim” satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” ( HR. Tirmidzi ).
Membaca Al-Qur’an ini bisa diprogramkan sebelum dan setelah bangun tidur, pagi atau dan sore hari. Dengan kata lain bisa kapan saja. Yang membuat kita tidak bisa membaca Al-Qur’an adalah karena memang tidak ada niat, tidak ada program, sehingga bagaimana kita akan berkomitmen membaca firman Allah Ta’ala yang suci itu.
Padahal, Rasulullah kala tiba Ramadhan tidak pernah melaluinya melainkan dengan menghatamkan membaca Al-Qur’an.
أنجبريلكانيعْرضُعَلَىالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَالْقُرْآنَكُلَّعَامٍمَرَّةً،فَعرضَعَلَيْهِمَرَّتَيْنِفِيالْعَامِالَّذِيقُبِضَفيه
“Dahulu Jibril mendatangi dan mengajarkan Al-Qur’an kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam setiap tahun sekali (pada bulan ramadhan). Pada tahun wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alayi wasallam Jibril mendatangi dan mengajarkan Al-Qur’an kepada beliau sebanyak dua kali (untuk mengokohkan dan memantapkannya).” ( HR. Bukhari ).
Kedua, bersungguh-sungguh dan menjaga kualitas puasa
Maksudnya adalah senantiasa menjaga diri dari hal-hal yang bisa merusak nilai-nilai puasa, seperti mendengarkan lagu-lagu dan nyanyian yang melalaikan, melenakan dan hanya mendoorng nafsu dan khayalan menguasai diri. Termasuk menjauhkan diri dari menonton film-film yang membuat mata bermaksiat, acara gosip selebritis dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengikuti program tayangan sinetron.
Dari Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha– berkata;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)
Selain itu juga mesti menjaga lisan dari berkata-kata yang tidak berguna.
“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan buruk, maka Allah tiada butuh (terhadap puasanya) yang hanya meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad).
Ketiga, kurangi tidur
Sebagian orang beranggapan bahwa tidur bisa mengurangi ‘siksaan’ rasa lapar. Maka tidak heran, jika tidak sedikit orang mengisi Ramadhan dengan banyak tidur. Memang benar tidur pun di bulan Ramadhan dihitung ibadah. Tetapi jika berlebihan jelas ini justru termasuk perilaku tanpa adab terhadap bulan yang Allah limpahkan kemuliaan.
Oleh karena itu, hal yang tidak kalah penting untuk diatur dalam Ramadhan adalah soal kapan diri kita harus tidur, sehingga tidak melalaikan kewajiban yang lain, seperti sholat berjama’ah lima waktu, dan justru semakin tidak disiplin selama berpuasa.
Keempat, perbanyak bersedekah
Diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)
Sedekah ini tentu tidak mesti dalam bentuk uang, makanan pun jadi. Bahkan andaikata hanya punya beberapa kurma, maka itu pun sedekah. Dengan demikian, jangan lupa untuk mengagendakan diri bersedekah selama Ramadhan sesuai dengan kemampuan kepada orang terdekat dalam hidup kita.
Kelima, tancap gas ketaatan di 10 hari terakhir Ramadhan
عَنْعَائِشَةَرَضِيَاللهُعَنْهَا،قَالَتْ: كَانَرَسُولُاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ، «إِذَادَخَلَالْعَشْرُ،أَحْيَااللَّيْلَ،وَأَيْقَظَأَهْلَهُ،وَجَدَّوَشَدَّالْمِئْزَرَ»
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam jika telah datang sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah beliau menghidupkan waktu malam [dengan ibadah], membangunkan keluarga [istri-istrinya], bersungguh-sungguh dalam beribadah dan mengencangkan sarungnya.” (HR. Bukhari).
Enam, hindari Mall, perbanyak ke Masjid
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada setiap Ramadhan selama 10 hari dan pada akhir hayat, beliau melakukan i’tikaf selama 20 hari. (HR. Bukhari)
Dari Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab beliau Bulughul Marom, yaitu hadits no. 699 tentang permasalahan i’tikaf.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).*