oleh: Alwi Alatas *
DALAM al-Qur’an disebutkan tentang perintah berpuasa, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS 2: 83).Perintah puasa ditujukan kepada orang-orang yang beriman dan dimaksudkan untuk menjadikan mereka pribadi-pribadi yang luhur dan bertakwa.
Perintah puasa bukan merupakan hal yang baru dan khusus bagi umat Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam.Hal ini telah diperintahkan dan telah dilakukan juga oleh umat-umat terdahulu. Kita tidak mengetahui secara persis tata cara berpuasa yang dilakukan oleh orang-orang di masa lalu, tetapi kita bisa menemukan beberapa cuplikan tentang puasa ini di dalam Alkitab misalnya.
Merujuk pada Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) disebutkan adanya perintah berpuasa baik yang dilakukan pada bulan tertentu atau pun puasa yang secara khusus dilakukan untuk mendekatkan diri padaTuhan. Di dalam Hakim-Hakim 20: 26 misalnya disebutkan: “Kemudian pergilah semua orang Israel, yakni seluruh bangsa itu, lalu sampai di Betel; di sana mereka tinggal menangis di hadapanTuhan, berpuasa sampai senja pada hari itu….” Di bagian lain, pada masa pemerintahan Daud (‘alaihis salam), disebutkan bahwa mereka “berpuasa sampai matahari terbenam” (2 Samuel 1: 12).
Ayat yang lain lagi menyebutkan bahwa masyarakat Yerusalem dan sekitarnya diperintahkan untuk berpuasa pada bulan kesembilan (Yeremia 36: 9). Umat Islam pada hari ini juga berpuasa pada bulan Ramadhan yang merupakan bulan kesembilan dalam penanggalan hijriah.Mereka dahulu diperintah berpuasa antara lain untuk “membuka belenggu-belenggu kelaliman” (Yesaya 58: 6). Amalan puasa juga terus dipraktekkan hingga kemasa Yesus (Nabi Isa ‘alaihissalam) dan juga dipraktekkan oleh beliau sendiri (lihat misalnya Matius 3: 1-2).
Jadi amaliah puasa merupakan hal yang sudah dijalankan sejak lama oleh umat manusia.Bahkan sebenarnya bukan hanya manusia, hewan-hewan pun banyak yang melakukan puasa pada momen-momen tertentu hidupnya yang kadang menjadi sebuah proses transformasi pada hewan-hewan ini.
Di kalangan masyarakat Arab, khususnya orang-orang Quraisy, kebiasaan berpuasa bukan sesuatu yang sama sekali asing. Di dalam Shahih Bukhari sebagai mana diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha disebutkan bahwa sejak jaman jahiliyah, orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari Asyura’ (10 Muharram). Rasulullah juga biasa melakukannya.Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau juga memerintahkannya kepada kaum Muslimin, hingga datangnya perintah berpuasa di bulan Ramadhan. Sejak saat itu puasa Asyura’ menjadi sesuatu yang sunnah bagi kaum Muslimin.
Puasa di bulan Ramadhan baru diperintahkan pada tahun ke-2 setelah Hijrah Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam ke Madinah.Pada bulan Ramadhan tahun itu juga terjadi perang besar yang pertama di antara kaum Muslimin dan musyrikin Makkah, yaitu ghazwah al-Badr. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu berkata, “Kami berperang dalam dua pertempuran bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadhan, yaitu pada hari Badrdan Fathu Makkah (penaklukkan Kota Makkah), maka kami tidak berpuasa pada kedua hari itu” (HR Turmidzi, dikatakan status hadits ini dhaif).
DidalamTarikh Thabari (Jil.2, hlm. 417) disebutkan bahwa perintah berpuasa di bulan Ramadhan telah diumumkan sejak bulan Sya’ban pada tahun tersebut.Begitu pula satu atau dua hari sebelum Iedul Fitri pada tahun itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk mengeluarkan zakat fitrah. Dan pada hari Ied, Nabi dan para Sahabat keluar untuk mengerjakan solat Ied. Ketika itulah hal-hal tersebut dilakukan untuk pertamakalinya di tengah kaum Muslimin di Madinah. Pada bulan itu juga, kurang lebih pada tanggal 17 Ramadhan, kaum Muslimin berperang menghadapi musyrikin Makkah di Badr. Allah memberi mereka kemenangan besar di Badr, sehingga mereka menyambut Hari Raya Iedul Fitri pada tahun itu dengan dua kemenangan.Menurut Ibn Katsir di dalam kitab tarikh-nya, Al-Bidayahwa-l-Nihayah (Jil. 5, hlm. 54), zakat atas harta yang telah jatuh nishab-nya juga ditetapkan pada tahun ke-2 ini.
Sejak turunnya perintah berpuasa tersebut hingga ke hari ini, kaum Muslimin selalu melaksanakan kewajiban puasa, menahan lapar dan dahaga serta menahan hawa nafsu, sejak subuh hingga waktu maghrib sepanjang 29 atau 30 hari bulan Ramadhan. Tidak ada yang tidak menjalankannya kecuali orang-orang yang memiliki udzur syar’i di antara mereka atau orang-orang yang ada penyakit di hatinya (yang terakhir ini pun biasanya tidak melakukan pelanggarannya secara terbuka).
Banyak peristiwa penting terjadi pada bulan ini. Selain Perang Badar, sebagaimana telah disinggung di atas, peristiwa penaklukkan Kota Makkah juga terjadi pada bulan Ramadhan. Sekitar tanggal 10 Ramadhan tahun 8 Hijriah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat meninggalkan Madinah menuju Makkah bersama 10.000 tentara. Seminggu kemudian mereka memasuki Makkah dan menguasainya nyaris tanpa pertempuran (al-Mubarakfury, hlm. 547-556).Dengan begitu, seolah-olah Ramadhan menjadi pembuka dan penutup terjadinya peperangan besar antara kaum Muslimin Madinah dan kaum musyrikin Makkah pada masa itu.
Begitu pula halnya, ibadah puasa Ramadhan pada hakikatnya merupakan satu bentuk peperangan besar antara diri kita dan hawa nafsu.Dan ketika kita berhasil memenangkan peperangan itu, kita pun merayakan ke-fitri-an diri tepat setelah keluar dari madrasah Ramadhan. Setiap kali kita berbuka puasa (fathara), tubuh kita dalam keadaan siap menerima makanan dengan rasa nikmat yang besar. Saat kita kembali kepada fitrah di penghujung Ramadhan, jiwa kita semestinya juga dalam keadaan siap sepenuhnya untuk menerima curahan ilmu, iman, serta kasih saying dari-Nya. Sehingga ruhani kita pun bisa tumbuh sehat dan naik tinggi kepada-Nya.*
- Penulis buku “Shalahuddin Al Ayyubi dan Perang Salib III