Hidayatullah.com– Sejumlah pedagang ikan asin di Pasar Tradisional Argosari Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengaku mengalami penurunan omzet berkisar antara 20 – 30 persen, seiring meningkatkan harga ikan dampak dari kelangkaan garam.
Pedagang berharap agar pemerintah langsung turun mengatasi hal tersebut. Sebab jika dibiarkan bukan tidak mungkin para pedagang akan menutup usaha mereka karena melambungnya harga ikan asin yang ada.
Salah seorang pedagang ikan asin, Sutini di Gunung Kidul, Selasa (01/07/2017), mengatakan, semenjak harga garam mengalami kenaikan, harga ikan asin yang berada di lapak pedagang juga mengalami kenaikan berkisar antara Rp 500 hingga Rp 1000 per bungkus.
“Ada peningkatan harga dari suplier,” katanya dikutip Antara.
Ia mengatakan, harga ikan asin ukuran kecil yang berisi tiga ekor ikan yang semula dijual dengan harga Rp 2.500 untuk satu beseknya kini dijual dengan harga Rp 3.500.
Sedangkan harga ikan asin ukuran sedang berisi tiga ekor ikan saat ini dijual dengan harga Rp 6.000 per dari yang semula hanya Rp 5.000.
“Ikan asin berisi dua ekor sejak beberapa minggu terakhir sudah tidak dijual karena mahalnya harga yang ada,” ujarnya.
Sutini mengaku merugi akibat naiknya harga yang ada, pasalnya omzet dagangannya turun sekitar 20 -30 persen setiap harinya karena menghilangnya pembeli.
Pada hari biasa ia mampu menjual sebanyak 1.000 besek ikan, namun semenjak harga ikan naik dirinya hanya mampu menjual ikan sebanyak 500-700 besek setiap harinya.
“Pembeli terus menurun,” katanya.
Pembeli ikan asin Lutfah Dwi Febriani mengatakan ia harus mengeluarkan uang ekstra untuk membeli ikan yang ada. Untuk menghemat pengeluaran, para pembeli mengaku terpaksa membatasi jumlah pembelian agar pengeluaran mereka tidak membengkak.
“Semoga tidak terus naik,” ujarnya.
Tak Pengaruhi Katering Haji Ini
Sementara itu, terpisah, pengusaha katering Embarkasi Haji Jakarta-Bekasi mengaku usahanya tidak terdampak dengan kondisi kenaikan harga garam di pasaran hingga 400 persen.
“Saat tender sebelum Ramadhan, kami sudah kalkulasi potensi kenaikan seluruh bahan baku, jadi tidak sampai terpengaruh,” kata Bagian Kepegawaian Katering H Iis, Conny, di Bekasi, Selasa (01/08/2017) dikutip kantor berita itu.
Katering H Iis yang telah menggarap menu masakan bagi calon haji Jawa Barat di Embarkasi Jakarta-Bekasi, Jl Kemakmuran, Bekasi Selatan, Kota Bekasi sejak 2009 itu, mengaku telah memiliki stok garam yang mencukupi dari perusahaan rekanannya.
“Jenis garam yang kami gunakan adalah garam halus yang disediakan vendor untuk seluruh menu masakan yang kami sajikan,” katanya.
Menurut dia, dalam sehari pihaknya memproduksi sekitar 1.500 porsi makanan untuk tiga kloter calon haji asal Jawa Barat.
“Mayoritas makanan memang membutuhkan bumbu garam, seperti daging, sayur, ikan, ayam, telur dan lainnya,” katanya.
Garam juga digunakan pihaknya untuk memproduksi makanan ringan seperti bakpao, pastel, sosis solo, dan lainnya.
“Setiap calon (jamaah) haji bisa makan tiga kali sehari plus dua box snack,” katanya.
Menurut Conny, dampak kenaikan harga garam tidak sampai dirasakan pengusaha makanan berskala besar seperti H Iis, namun hanya dirasakan para pengusaha kuliner yang berskala kecil.
“Mungkin dampaknya terasa pada kelompok bisnis makanan yang skalanya kecil saja. Kalau kami memang sudah punya stok garam yang cukup selama musim haji ini,” katanya.*