Hidayatullah.com– Seharian ini, nama Permadi Arya alias Abu Janda, menjadi pembicaraan khusus di kalangan masyarakat termasuk warganet (netizen), bahkan banyak yang mencibir dan mem-bully-nya.
Itu terjadi setelah berlangsungnya acara diskusi “212: Perlukah Reuni?” program ILC di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin malam, Selasa (05/12/2017).
Dalam diskusi itu, Abu Janda menuding bahwa Reuni Alumni 212 di Lapangan Monas, Jakarta, Sabtu (02/12/2017) lalu, ditunggangi oleh salah satu ormas yang sudah dibubarkan, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Acara yang harusnya sakral ini ditunggangi oleh ormas terlarang. Bendera HTI itu dibentangkan diarak-arak,” tudingnya.
Terkait bendera, hal itu dibantah oleh dai beretnis Tionghoa, Felix Siauw. Felix menjelaskan bahwa berdasarkan hadits, bendera bertuliskan dua kalimat syahadat berwarna putih dengan latar warna hitam adalah bendera Rasulullah.
Hadits tersebut dibacakan Felix beserta terjemahannya pada diskusi itu. Namun Abu Janda mempersoalkan hadits tersebut.
“Kalau kokoh Felix patokannya adalah hadits bendera itu yang saya tahu hadits itu baru ada 200 tahun setelah Rasulullah wafat, banyak yang dhaif, palsu juga,” sebut Abu Janda, pria yang hadir beratribut Barisan Ansor Serbaguna (Banser) meski mengaku datang atas nama pribadi.
Pernyataan Abu Janda tersebut pun dibantah oleh Pakar Hukum Tata Negara, Prof Mohammad Mahfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan, hadits yang dibacakan Felix tersebut sudah dikembangkan dan diteliti secara resmi oleh Nahdlatul Ulama (NU).
“Sudah diteliti secara resmi dan masuk pada tingkatan mendekati shahih, dan hampir dipastikan itu bisa dipakai,” jelas Mahfud di Yogyakarta lewat telekonferensi.
“Itu tahu orang NU bahwa hadits itu ada 200 tahun setelah Nabi wafat, tapi di pesantren (hadits) ini dipercaya, dan sesudah diteliti ada tingkatannya,” jelas Mahfud juga.
Oleh sebab itu, katanya, jika mempersoalkan hadits bendera Rasulullah tersebut berarti melanggar tradisi pesantren.* Ali Muhtadin