Hidayatullah.com–Palestina mendesak Negara-negara Arab untuk memanggil duta masing-masing dari Washington, sebagai tanggapan terhadap protes terhadap pembukaan kedutaan AS di Yerusalem (Baitul Maqdis).
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan tidak ada salahnya jika Negara-negara Arab memanggil duta besar mereka, secara bersamaan.
“Tidak ada salahnya negara-negara Arab secara bersamaan menarik para dubes mereka di Washington untuk berkonsultasi,” kata Maliki, dalam siaran televisi di sela pertemuan luar biasa Liga Arab di Kairo, Mesir, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (18/05/2018).
Baca: ‘Implikasi besar’ Dipindahnya Kedutaan AS ke Baitul Maqdis
Dalam pertemuan Liga Arab sebelumnya, para anggota setuju untuk memutuskan hubungan dengan dengan negara lain yang ikut memindahkan kedubes ke Baitul Maqdis.
Namun sejauh ini belum ada respons dari Negara-negara Arab mengenai ajakan Palestina itu.
“Liga Arab di KTT sebelumnya sepakat untuk mengakhiri hubungan dengan negara mana pun yang mengalihkan kedutaannya ke Baitul Maqdis,” katanya di arena KTT Liga Arab, hari Jumat.
Tepat hari Senin (14/05/2018), AS membuka kedutaannya di Baitul Maqdis setelah, di saat warga Palestina berkumpul untuk memperingati peristiwa Nakba (bencana), serta melakukan aksi damai The Great March of Return.
Tentara penjajah Israel melalui sniper (penembak jitu) membunuhi sekitar 85 warga Palestina, dan melukai ribuan orang lainnya dalam aksi tersebut.
Baca: Dunia Mengutuk Keputusan AS Membuka Kedutaan di Baitul Maqdis
Riyad mengatakan anggota-anggota Liga Arab berkumpul untuk membahas pembunuhan itu, harus memanggil para duta besar AS di negara mereka masing-masing untuk mengingatkan mereka bahwa Negara-negara Arab menolak memindahkan kedutaan ke Baitul Maqdis.
Sementara itu delegasi Lebanon mengatakan, kementerian luar negerinya telah mengirim surat ke Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, untuk mengambil tindakan terkait pembantaian demonstran Palestina di Gaza.
Belum dipastikan apakah tanggapan Arab terhadap proposal Riyad, tetapi beberapa Negara Arab seperti Mesir dan Arab Saudi dikenal memiliki hubungan erat dengan pemerintahan Donald Trump.*