Hidayatullah.com– Pernyataan Capres Joko Widodo dalam debat publik kedua, Ahad (17/02/2019) malam tentang klaim kesuksesannya menurunkan angka impor jagung mendapatkan sanggahan dari juru bicara Cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno, yang juga politisi Partai Gerindra, Anggawira.
Ia mengatakan, klaim pencapaian swasembada jagung dengan penghentian impor jagung tersebut hanya merupakan bentuk pengalihan impor dari jagung ke gandum.
“Kebijakan penghentian impor jagung sejak 2016 sampai 2018 untuk keperluan industri pakan ternyata diikuti oleh peningkatan impor gandum untuk keperluan pakan rata-rata sekitar 2,7 juta ton per tahun atau sekitar 8,29 Triliun Rupiah,” ujar Anggawira dalam rilisnya, Senin (18/02/2019).
Dalam kebijakan ini, Anggawira melihat adanya keberpihakan Jokowi terhadap sekelompok perusahaan pengimpor gandum dan merugikan para peternak skala kecil dan menengah di Indonesia.
“Impor gandum ini hanya menguntungkan para pengimpor gandum yang dikuasai hanya beberapa perusahaan saja. Di sisi lain, para peternak semakin dirugikan karena penggunaan gandum untuk pakan jauh lebih mahal ketimbang menggunakan jagung,” lanjutnya.
Anggawira yang juga merupakan lulusan Institut Pertanian Bogot (IPB) ini juga mengkritik klaim swasembada beras dan jagung yang disampaikan oleh pemerintahan Jokowi.
“Secara teori, jika terjadi swasembada dan ketersediaan cukup harusnya harga akan turun namun faktanya di lapangan harga jagung di pasar domestik tetap tinggi artinya terjadi kelangkaan. Dan yang paling dirugikan adalah masyarakat,” tutupnya.
Seperti yang diketahui, dalam debat pilpres kedua Jokowi menyampaikan swasembada beras dan jagung yang diklaim telah tercapai di masa pemerintahannya.
“Saya sampaikan terima kasih pada petani jagung. Pada 2014, kita impor 3,5 juta ton jagung. Pada 2018 hanya impor 180.000 ton jagung, artinya ada produksi 3,3 juta ton,” terangnya.*