Hidayatullah.com– Dalam debat capres jilid dua di Jakarta, Ahad (17/02/2019) malam lalu, capres petahana Joko Widodo mengangkat perihal unicorn. Diketahui unicorn merupakan gelar yang diberikan pada suatu usaha rintisan atau startup yang memiliki nilai valuasi lebih dari US$1 miliar.
Perkembangan pesat teknologi digital memang membawa berkah tersendiri untuk Indonesia dengan lahirnya empat startup unicorn. Saat ini, Indonesia memiliki empat startup, yaitu Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka. Namun, sejumlah kalangan mengkritisi unicorn yang lahir dan berkembang di Indonesia itu justru kini dikuasai oleh asing.
Dalam debat capres jilid dua, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebutkan perkembangan unicorn juga perlu diwaspadai untuk menghindari larinya keuntungan dari Indonesia ke luar negeri.
Untuk membedah hal itu, berikut rangkuman sejumlah pendapatan berbagai kalangan mengenai risiko-risiko yang bisa muncul sebagai dampak dari unicorn RI dikuasai asing. Sedikitnya ada tiga risiko sebagai dampak unicorn Indonesia dikuasai asing sebagaimana dilansir Indonesia Inside, Selasa (19/02/2019).
Mengarah pada Kapitalis
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno memberikan komentar terkait pesatnya perkembangan unicorn di Indonesia. Unicorn merupakan gelar yang diberikan pada suatu startup yang memiliki nilai valuasi (nilai dari suatu startup, bukan sekadar pendanaan yang diraih dari investor, Red) lebih dari 1 miliar dolar AS.
“Di sektor transportasi, operasional Gojek sudah mengarah kapitalis, karena tidak diikuti aturan yang bisa melindungi mitra kerja,” ujar Djoko, Senin (18/02/2019).
Lebih lanjut, kata Djoko, sistem aplikasi tidak diawasi apalagi diaudit oleh lembaga yang berwenang. Pemerintah terkesan terlambat mengantisipasi dan tidak jelas arahnya ditambah masing-masing instansi (Kementerian/Lembaga) jalan sendiri-sendiri.
Djoko menyebutkan, sekitar dua tahun lalu ketika, sebagian saham belum dimiliki asing, mitra Gojek masih mendapatkan bonus yang cukup besar. Pendapatan driver ojek online (daring) bisa minimal Rp 8 juta per bulan. Bahkan ada yang mencapai Rp 12 juta per bulan. “Sekarang untuk mendapatkan Rp 4 juta harus bekerja hingga 12 jam dalam sehari,” katanya.
Kedaulatan data tergadaikan
Ekonom Indef Bhima Yudisthira mengatakan, startup unicorn memang mengandalkan modal asing yang jumlahnya cukup dominan untuk menjalankan bisnisnya. Ketika masuk modal asing, kata dia, maka kedaulatan data, dan produk yang ada di startup berisiko menjadi tergadaikan.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai, kemajuan teknologi tidak bisa dibendung, tapi bisa diatur dan arahkan. “Tanpa perlindungan data yang kuat, era siber digital hanya akan menjadi seperti hutan rimba belantara,” ujarnya.
“Dan seringkali, persoalan data digital menghantui para pengguna, karena data pribadi mereka bisa bocor dan diakses oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Menurut Sukamta, jika hal ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan dikuasai oleh pihak asing yang menggerogoti kedaulatannya.
Dividen mengalir keluar negeri
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02 Sandiaga Uno menilai paparan capres 01 Prabowo Subianto saat menjawab pertanyaan soal infrastruktur penunjang perusahaan unicorn lebih pada kehati-hatian agar jangan sampai perusahaan rintisan unicorn dikuasai asing.
Sandi menjelaskan, perusahaan unicorn membutuhkan dana pengembangan yang besar. Karena itu, muncul kekhawatiran jika unicorn membutuhkan modal asing untuk mengembangkan perusahaan dan justru dikuasai asing bila terus-menerus mendapat kucuran dana dari luar.
“Pak Prabowo menyampaikan kalau unicorn ini besar, dan kepemilikannya bukan dimiliki oleh orang dalam negeri, maka nanti dividen (pembagian laba pemegang saham) mengalir ke luar negeri,” ujar Sandi di Pusat Media BPN, Senin (18/02/2019).
Menurut dia, penguasaan asing ini berdampak pada percepatan kesenjangan hingga ketimpangan investor dalam negeri, terhadap aset-aset bangsa yang menguasai lini-lini penting dalam sektor teknologi digital atau fintech. Maka itu, kata dia, pengelolaan dan pengembangan perusahaan rintisan unicorn harus berhati-hati.*