Hidayatullah.com- Konferensi Internasional Al-Azhar yang digelar di Kairo, Mesir, melahirkan sejumlah rumusan, antara lain terkait persoalan ateisme.
“Ateisme adalah bahaya yang menghantam stabilitas masyarakat yang berpegang teguh pada agama dan menghormati ajaran-ajarannya,” bunyi salah satu poin hasil konferensi tersebut dilansir Kementerian Agama baru-baru ini dikutip pada Selasa (04/02/2020).
Ateisme, dalam rumusan tersebut, adalah salah satu senjata perang pemikiran yang—dengan kedok kebebasan beragama—bermaksud untuk menghancurkan agama dan melemahkan ikatan masyarakat.
“Ateisme adalah sebab langsung dari ekstremisme dan terorisme. Semua kelompok masyarakat harus menyadari dampak buruk dari propaganda ateisme, mengingkari wujud Allah dan mengacaukan pemikiran kaum beriman. Para ulama juga harus mempersenjatai diri dengan metode pembaruan saat menangani bahaya-bahayanya. Mereka harus menggunakan dalil-dalil aqli, bukti-bukti alam, dan produk-produk ilmu empirik modern sebagai pendukung fakta-fakta keimanan ketika bertemu dan berdialog dengan para pemuda, sebagaimana juga harus menggunakan media-media komunikasi modern yang relevan,” sebut rumusan tersebut.
Dalam konferensi digelar di Gedung Pusat Konferensi Al-Azhar, Nasr City, Kairo, pada 27-28 Januari 2020 M itu, juga disinggung terkait khilafah.
“Khilafah adalah sistem pemerintahan yang diterima oleh para sahabat Rasulullah dan sesuai dengan kondisi zaman mereka. Urusan agama dan dunia pun terselenggara dengan baik dengan sistem tersebut. Namun demikian, tidak ada ketetapan dalam teks al-Qur’an dan hadits Nabi yang mewajibkan untuk menerapkan sistem pemerintahan tertentu. Sebaliknya, sistem apa pun yang ada di era modern ini dibenarkan oleh agama selama mewujudkan keadilan, kesetaraan, kebebasan, melindungi negara/tanah air, dan menjamin hak-hak warga negara, apa pun keyakinan dan agamanya, serta tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip syariat Islam,” sebut rumusan tersebut.*