Hidayatullah.com– Pengamat ekonomi politik, Rizal Ramli, menilai Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lebih berpihak kepada rakyat biasa dibanding Presiden Joko Widodo saat ini.
Mantan menteri di era Gus Dur dan Presiden Jokowi periode pertama ini mengatakan, krisis saat ini dimulai dengan utang pemerintah yang kebanyakan.
Antara lain katanya lewat penerbitan surat utang.
Penerbitan surat utang yang jor-joran katanya berimbas kepada tertariknya dana perbankan dan dana masyarakat ke surat utang itu. Alhasil, dana yang tadinya bisa diputar ke sektor riil oleh perbankan, menjadi berkurang.
Yang terjadi justru, gagal bayar di lembaga keuangan non bank, seperti asuransi, sekuritas. Mantan Menko Maritim ini menduga, gagal bayar tadinya di Rp 150 Triliun, ternyata gagal bayarnya di Rp 400-500 Triliun. Hal ini termasuk yang terjadi di Asabri, Jiwasraya, dan lain-lain.
Bahkan, masih menurutnya, sekarang sudah menggerogoti bank-bank tier 3. “Sekarang mau menarik uang Rp 100 juta aja susah,” ujarnya mengilustrasikan pada Seminar Nasional Online Seri Covid-19 dengan tema “Outlook Ekonomi 2020-2024 : Harapan dan Kenyataan Ekonomi Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19” pada Kamis (18/06/2020) sebagaimana rilis Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI).
Baca: Marzuki: Krisis 2020 Bisa Dilalui Tergantung Kebijakan Pemerintah juga
Baca: Rizal Ramli: Setop dulu Proyek Ibu Kota Baru yang Tak Jelas itu
Supaya tak dianggap sekadar mengkritik, Rizal menawarkan solusi.
“Sektor riil adalah kepala dari naga, kalau itu hancur, yang lain juga. Ini terbalik dengan ekonom neoliberal yang memilih mengetatkan anggaran, agar bisa membayar utang ke kreditor. Kalau saya, saya balik, pompa eknomi supaya ekonomi bergerak, sehingga bisa bayar utang ke kreditor,” jelasnya.
Rizal memberi contoh di era Presiden Gus Dur, Rizal menyarankan kepada Gus Dur untuk menaikkan gaji pegawai negeri, TNI, dan Polisi sebanyak 125%.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Katanya, pada mulanya Gus Dur tak setuju, akan tetapi setelah dijelaskan, sang presiden akhirnya setuju.
“Kita menaikkan gaji mereka 125%, pasti 99% mereka belanjakan, sektor riil pun bergerak kembali. Tujuannya adalah memompa daya beli golongan menengah ke bawah, berbeda dengan hari ini, yang kecil-kecil malah dikenakan pajak terus,” tutur Rizal.
Alhasil, GINI Index modern terendah justru terjadi di zaman Gus Dur. “Jumlah lapangan kerja diciptakan mencapai 1,8 juta orang per tahun. Sedangkan di pemerintahan Jokowi saat ini hanya 300 ribu orang,” sebutnya seraya membandingkan.
Apa yang membedakannya? Menurutnya adalah keberpihakan kepada rakyat biasa.
Kata dia pula, keberpihakan pemerintah kepada sektor riil menjadi kuncinya dalam menghadapi krisis saat ini.*