Hidayatullah.com- Anggota DPR RI Bukhori Yusuf menilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI harus segera turun tangan terkait dana sebesar Rp 90,45 miliar yang disebut Indonesia Corruption Watch (ICW) telah dihabiskan pemerintah untuk aktivitas digital yang melibatkan jasa influencer.
“BPK harus segera menindaklanjuti temuan ini. KPK juga harus turun tangan karena kuat dugaan terjadi penyelewengan anggaran oleh pemerintah terkait dana untuk influencer ini. Secepatnya, pemerintah harus menghentikan program ini dan harus bertanggung jawab atas terbelahnya masyarakat akibat ulah influencer,” ujar Bukhori di Jakarta dalam pernyaatannya semalam (30/08/2020).
Bukhori menyesalkan fenomena sosial politik yang terjadi akhir-akhir ini sebagai implikasi negatif dari kehadiran para influencer. Masyarakat yang kritis dan jengah terhadap kebijakan pemerintah yang keliru acapkali dibunuh karakternya melalui para buzzer yang disewa untuk menjaga kepentingan politik kekuasaan.
Tradisi untuk saling menegur dan menasihati antara rakyat dan pemerintah dalam sistem demokrasi, kata Bukhori, semakin terkikis ruangnya akibat kekuasaan yang anti kritik. Alhasil, kekuasaan yang berjalan tanpa kontrol efektif justru akan mengarah pada watak pemerintahan yang otoriter.
Anggota Komisi VIII ini mengkritik gelontoran dana sebesar 90,45 miliar yang disebut dikucurkan oleh pemerintah sepanjang tahun 2014-2020 terkait anggaran belanja untuk influencer. Bukhori menilai tindakan pemerintah pusat yang menghabiskan dana sebanyak itu sebagai bentuk kemubaziran, mengingat masing-masing lembaga/kementerian sudah punya bidang kehumasan yang seharusnya bisa dioptimalkan.
Menurutnya, temuan ICW itu perlu diapresiasi karena jelas membuat publik berang. “Sebab, akhirnya terkuak bahwa uang mereka selama ini ternyata dihabiskan oleh pemerintah dengan cara yang tidak etis, alias mubazir,” sebut Bukhori.
Ia menilai pemerintah tidak percaya diri dengan program yang telah mereka susun sehingga harus menyewa influencer untuk membuat publik percaya atas kinerja mereka.
Ia pun menilai langkah pemerintah menggandeng influencer sebagai strategi bernegara yang buruk, apalagi apabila dalam rangka menambal kepercayaan publik kepada mereka yang terus merosot dari waktu ke waktu. Sebab, strategi itu ironisnya telah menimbulkan dampak eksesif di tengah masyarakat.
Ia mengatakan, kinerja pemerintah yang terus merosot berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan publik yang kian menurun. Alhasil, pemerintah kalang kabut sehingga mengambil jalan pintas dengan menggunakan influencer untuk memperbaiki kepercayaan publik.
“Ironisnya, dampak yang terjadi justru fatal. Masyarakat kian terbelah dengan hadirnya influencer alias buzzer yang disponsori oleh negara ini,” tambah Bukhori.*