Hidayatullah.com– Dua setengah ton uranium hilang dari sebuah tempat penyimpanannya di Libya, kata badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas mengawasi nuklir IAEA.
International Atomic Energy Agency (IAEA) membunyikan lonceng alarm setelah para inspekturnya berkunjung ke tempat yang dirahasiakan itu awal pekan ini, lapor BBC Kamis (16/3/2023).
Mereka menemukan bahwa 10 drum berisi bijih uranium telah hilang, kata IAEA.
Ada kekhawatiran uranium yang hilang itu akan menimbulkan risiko radiologis serta masalah keamanan nuklir.
IAEA mengatakan bahwa tempat di mana uranium itu disimpan bukan berada di wilayah yang dikuasai pemerintah.
Tidak jelas kapan uranium itu hilang.
Dalam sebuah pernyataan, IAEA mengatakan kepada BBC bahwa pihaknya sedang bekerja untuk mengklarifikasi apa yang terjadi, bagaimana bahan baku nuklir itu dipindahtempatkan dan di mana keberadaannya sekarang.
IAEA menjelaskan, mencapai tempat itu rumit akhir-akhir ini.
Para petugas inspeksi IAEA direncanakan mengunjungi lokasi tersebut tahun lalu, tetapi perjalanan mereka harus ditunda karena pertempuran antarmilisi di Libya yang berbeda kubu terus berkecamuk.
Pada bulan Desember 2003, Libya secara terbuka mengumumkan tidak lagi berusaha membuat senjata nuklir, biologi dan kimia dan setuju untuk membatasi diri pada kepemilikan rudal balistik dengan jangkauan tidak lebih dari 300 km.
Namun, sejak pemimpin Libya Kolonel Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011, negara yang paling makmur di Afrika Utara itu berubah menjadi sebuah negara gagal nyaris tak berbentuk. Faksi-faksi dan kelompok-kelompok bersenjata saling bertempur memperebutkan wilayah dan kursi kekuasaan.
Sekarang negara itu terpecah menjadi dua kubu, satu pemerintahan semenjak berpusat di Tripoli dan satunya pemerintahan yang dipimpin oleh Jenderal Khalifa Haftar yang bermarkas di bagian timur.*