Kepemimpinan Yahya Sinwar makin menonjol saat ia menjadi mahasiswa,ia sering mengkoordinasi berbagai gerakan perlawanan bahkan mendirikan badan keamanan bernama ‘al-Majd’
Hidayatullah.com | CERITA ini sebelumnya telah diedit dari sesi podcast Arabi Post bersama teman kuliah al-Syahid Yahya Sinwar di Universitas Islam Gaza, Dr. Ma’mun Abu Amer, seorang analis politik Israel. Inilah kisah yang diungkap Dr Ma’mun seri kedua;
***
Yahya Sinwar juga memiliki beberapa sifat unik. Pertama, semangat Abu Ibrahim dalam segala urusan sangat tinggi, terutama semangatnya terhadap Islam. Saya masih ingat sebuah anekdot bersamanya ketika saya masih kuliah.
Kami menaiki bus yang berisi siswa laki-laki dan perempuan. Saat itu kami masih mentah, sehingga ada beberapa adegan kekanak-kanakan dan ternyata Abu Ibrahim sangat risih. Terlihat jelas tekadnya yang sangat tinggi untuk melindungi agama.
Sinwar juga merupakan sosok yang mempunyai pribadi muhlis (sifat ikhlas) yang sangat mendalam. Jika sahabat memerlukan sesuatu, ia akan segera membantu tanpa meminta imbalan apa pun.
Selain itu, Sinwar sepertinya tidak punya waktu yang ia habiskan untuk hal-hal yang tidak berguna. Oleh karena itu, ia belajar ilmu bela diri Karate bersama temannya dari Himpunan Mahasiswa Islam.
Maka dari itu kita bisa melihat dari kepribadian Sinwar bahwa dia terlihat seperti orang yang tangguh, karena dia sangat jago dalam Karate.
Pada sesi pengajian kami sering berdiskusi tentang hal-hal yang biasa terjadi pada setiap perkumpulan Islam seperti tarbiah, penyucian diri dan lain sebagainya. Namun Abu Ibrahim ternyata mempunyai sisi yang sangat unik, ia begitu menyadari segala perkembangan yang terjadi di tingkat nasional dan internasional.
Saya masih ingat peristiwa yang terjadi pada tahun 1983. Imigran ilegal Israel menyerang warga Palestina di Tepi Barat dan membunuh seorang bayi tak berdosa.
Maka Abu Ibrahim memimpin gerakan khusus mahasiswa UIG untuk membawa kelompok solidaritas ke Baitul Maqdis. Saat itu, jalan Gaza-Baitul Maqdis-Tepi Barat masih dibuka.
Yahya Sinwar berhasil mengumpulkan 2 bus dan memimpin rombongan. Selanjutnya, ia juga berhasil menggalang Perhimpunan Mahasiswa Muslim yang terdapat di beberapa universitas di Tepi Barat seperti Universitas Beir Zeit dan Universitas Najah.
Jelas terlihat bahwa kepemimpinan Sinwar sudah menonjol sejak ia masih kuliah. Ketika, Beirut dan Tripoli di Lebanon diserang Israel atas operasi pembunuhan pemimpin Fatah di sana.
Abu Ibrahim juga memobilisasi demonstrasi solidaritas dengan berbagai asosiasi seperti Fatah dan Gerakan Sosialis. Ini juga menjadi sisi yang sangat unik, karena meski Sinwar berlatar belakang Islam, namun ia dinilai dekat dengan tren yang ada untuk kemaslahatan Palestina.
Saya dekat dengan Sinwar mulai tahun 1980-1984. Pada fase ini saya melihat beliau dan teman-temannya berhasil membangun Himpunan Mahasiswa Islam di UIG. Diantara sahabat-sahabat utamanya ketika berada pada fase awal perjuangan adalah; Abu al-Abid Ismail Haniyeh, Dr. Atallah Abu al-Subha, Abu Usamah Dr. Khalil al-Hayya dan Muhamad Diyab al-Masri (Muhamad Deif).
Ketika masa studi di universitas hampir selesai, saya melihat Sinwar dan kawan-kawan sudah mulai memikirkan kelanjutan perjuangannya di UIG dan membangun platform baru setelah tahap universitas.
Oleh karena itu, saya masih ingat kami bersama Muhamad Deif yang saat itu menjabat sebagai Kepala Unit Hiburan Islami ingin menyelenggarakan Haflah Islami tingkat nasional.
Program hiburan yang bernuansa Islami telah kami laksanakan dan berhasil memperkenalkan tren Islami kepada masyarakat.
Di akhir masa kuliahnya, Sinwar banyak mengalihkan fokus dan tenaganya dalam memerangi al-Umala’ atau antek Zionis. Bisa dibayangkan, Sinwar yang berusia awal 20-an sudah memikirkan hal besar tersebut.
Ia bersama al-Syeikh Rawhi Musytaha mendirikan badan keamanan yang diberi nama al-Majd. Badan ini didedikasikan untuk memerangi dan memberantas tali zionis baru yang ada di Gaza.
Badan al-Majd ini berhasil dikelola oleh Sinwar dan Musytaha. Operasi mereka sangat mendalam, dimulai dari intelijen dan pengumpulan informasi, hingga akhirnya disusul operasi ‘penculikan’ antek-antek Zionis.
Jika ternyata rangkaian antek tersebut terlibat dalam pembunuhan rakyat Palestina, maka al-Majd akan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada mereka, yaitu; mati
Dapat dikatakan bahwa ketika Sinwar memulai operasi ini, ini adalah proyek yang sangat sulit karena pada tahun 80-an gerakan perjuangan bersenjata di Gaza bisa dibilang masih belum ada, atau setidaknya sangat sedikit.
Tingkat gerakan perjuangan bersenjata sangat lemah sehingga senjata yang mereka miliki hanyalah pistol biasa, itupun dengan jumlah yang sangat terbatas, bahkan kadang-kadang harus berbagi.
Dalam beberapa situasi mereka harus menyimpan senjata dengan cara menguburnya di dalam tanah.
Dengan keadaan yang memprihatinkan inilah Yahya Sinwar bersama al-Syahid Syeikh Shalah Syehadah memulai gerakan perjuangan bersenjata.*/ Diedit Anas Bad Latief, peneliti Dunia Palestina