Hidayatullah.com– Para wakil rakyat di parlemen Prancis sudah menyetujui rencana pembentukan sebuah komisi yang bertugas mencari tahu dampak psikologis TikTok terhadap anak-anak dan remaja.
Komisi itu antara lain akan mencari tahu apakah platform yang populer di kalangan orang berusia muda itu “mendorong perilaku bunuh diri dan melukai diri sendiri” atau apakah platform itu “menggaungkan” konten hiperseksual yang bisa memicu penyimpangan dalam tumbuh kembang anak-anak.
“TikTok memiliki lebih dari 15 juta pengguna bulanan di Prancis,” kata Laure Miller, politisi berideologi tengah yang membawa proposal pembentukan komisi itu ke parlemen, seperti dilansir RFI hari Jumat (14/3/2025).
Miller menggarisbawahi bahwa sementara media sosial itu resminya melarang anak di bawah usia 13 tahun untuk memiliki akun, tetapi faktanya banyak anak berusia 12 tahun atau lebih muda memiliki akun TikTok.
Miller juga mengatakan bahwa kebijakan moderasi konten di TikTok jauh lebih lemah dibandingkan media sosial populer lainnya.”TikTok adalah mesin slot dopamin,” kata Arthur Delaporte, anggota parlemen dari kubu Sosialis.
Resolusi pembentukan komisi itu mendapatkan dukungan dari politisi lintas partai yang ada di parlemen nasional, meskipun rapat hari Kamis (13/3/2025) itu hanya dihadiri oleh 23 anggota Assemblée Nationale.
Pada November 2024, tujuh keluarga mengajukan gugatan hukum terhadap TikTok di Prancis. Mereka menuding platform berbagi video itu telah mencekoki anak-anak dan remaja dengan konten bunuh diri, tindakan menyakiti diri sendiri, gangguan pola makan serta berbagai masalah kesehatan mental lainnya.
Komisi baru itu nantinya tidak berwenang untuk menyelidiki kasus yang sedang diproses hukum, anggota komisi hanya akan mengkaji apakah platform itu menyuguhkan konten-konten berbahaya bagi kelompok-kelompok rentan.
Pada 2022, sebuah hasil studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pengguna usia muda yang mengungkapkan gundah gulana mereka di TikTok, rata-rata justru disodori konten video berkaitan dengan bunuh diri atau tindakan menyakiti diri sendiri 12 kali lebih banyak.
Bulan Februari, Uni Eropa membuka investigasi guna mencari tahu apakah TikTok melakukan tindakan yang memadai untuk melindungi anak-anak di bawah umur.*