Hidayatullah.com— Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Bapak Prof. Dr. H. Atho’ Mudzar mengatakan, fatwa yang dikeluarkan para ulama memang seharusnya tepat, bukan sekedar teoritis, serta manfaatnya besar dan lebih jauh lagi tak menimbulkan keraguan bagi umat.
Esensi dari fatwa, kata Atho, adalah legal opinion, yaitu pendapat hukum yang dikeluarkan para ulama yang memiliki kompetensi di bidangnya. Namun dalam realitasnya, ada perbedaan. Sehingga bagi Indonesia yang memiliki Dewan Syariah Nasional (DSN) menjadi persoalan tersendiri.
“Sebaiknya, fatwa yang dikeluarkan itu tepat, karena yang mengeluarkan adalah kelompok ulama. Mereka ahli di bidangnya. Termasuk hukum Islam,” ujarnya kepada hidayatullah.com di sela-sela Konferensi Internasional tentang Fatwa di Jakarta, Selasa (25/12/2012).
Menurutnya Atho’ seharusnya kedudukan DSN diuntungkan, sebab, seperti juga di negara Islam lainnya, ada lembaga mufti. Di Indonesia lembaga itu tak ada. Sehingga jika ada perbedaan fatwa tidak menjadi persoalan atau bisa dipersoalkan. Kemudian jika di Indonesia memiliki lembaga mufti, menurut Atho’, dapat memunculkan kekakuan karena fatwa yang dikeluarkan harus benar-benar diikuti.
Di sisi lain, hal yang akan menyulitkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk jadi lembaga yang bisa mengeluarkan fatwa karena kewenangannya tak resmi, ujar dia lagi.
MUI dinilai bukan lembaga pemerintah. Kendati demikian, fatwa yang dikeluarkan oleh para ulamanya sudah bisa mewarnai dan masuk dalam produk perundang-undangan. Dalam produk hukum atau perundang-undangan perbankan, seperti Bank Indonesia. Termasuk juga bidang lainnya. Menurutnya, fatwa MUI yang masuk dalam perundang-undangan tersebut bukan dipaksakan, tetapi karena dianggap tepat.
“Itu nilai lebih dari lembaga non goverment seperti MUI. Ia independen,” ujar Atho.
Terkait dengan kedudukan Dewan Syariah Nasional atau DSN, ia mengatakan, posisinya sangat unik. Sebab, DSN memimpin perumusan fatwa sekaligus pula menjadi dewan pengawas syariah. Ikut pula membicarakan pembuatan peraturan pemerintah tentang keuangan, ikut merumuskan produk perundang-undangan melalui rapat bersama dewan perwakilan rakyat (DPR).
Berlangsung Kritis
Menurut Atho’, sidang hari Selasa (25/12/2012) berlangsung sangat bagus. Respon kritis terlihat saat para peserta melontarkan pertanyaan kepada para nara sumber. Mereka mempertanyakan fatwa yang dikeluarkan oleh Rabithah Alam al Islami (Liga Muslim Dunia), sebanyak 400 fatwa dengan segala problematiknya di lapangan.
Dilemanya, fatwa tersebut tidak disertai penjelasan dalilnya. Karena itu ia memandang dari sidang ini perlu ada tindak lanjut berupa studi perbandingan mengenai fatwa yang dikeluarkan DSN dan fatwa dari Rabithah.
Terkait kritik fatwa yang dikeluarkan DSN dinilai belum ada kesesuaian dengan harapan masyarakat karena orang yang duduk di DSN tak kompeten, Atho’ mengatakan, kritik tersebut perlu ditindak lanjuti. Fatwa memang harus memberikan manfaat bagi umat dan tak menimbulkan keraguan. Untuk itu ia menyarankan orang yang duduk di DSN perlu memiliki kompetensi. Dia harus ahli hukum Islam dan pengetahuan lainnya.*