Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Wildan Hasan
TRADISI ilmiah para cerdik cendekia kita dalam berdiskusi tentu saja sangat baik. Namun salah satu yang patut diperhatikan dalam tradisi baik ini adalah komitmen dalam menetapkan prioritas dan tujuan bersama demi kemaslahatan umat secara keseluruhan. Apa yang dikemukakan sebagaian orang bahwa antara NU dan Wahabi tidak mempunyai titik temu sama sekali, sepertinya perlu ditinjau ulang. Karena pernyataan ini berkonsekuensi salah satu di antara NU atau Wahabi di luar Ahlus Sunnah dan ini bisa bermakna bahwa salah satu dari keduanya bukan golongan yang selamat.
Istilah Wahabi sendiri tidak dipakai bahkan tidak disukai oleh para pengikut dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Banyak kalangan kurang cermat dalam membaca pernyataan-pernyataan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang bisa jadi telah diselewengkan dan dimaknai lain oleh kalangan yang tidak menyukai dakwahnya.
Tidak cukup ruang di sini untuk meluruskan pandangan-pandangan yang kurang tepat terhadap riwayat hidup Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan sejarah pergerakan dakwahnya.
Namun bila di antara Ahlus Sunnah mau saling terbuka dan jujur berdiskusi maka sekat-sekat ini akan mudah dihilangkan serta menutup celah para pendengki Ahlus Sunnah untuk memecah belah barisan kaum Muslimin.
Meski sebagian kalangan sering mengungkap perbedaan-perbedaan antara Ibnu Taimiyah dan Hasyim Asy’ari, namun masalah ini mesti didiskusikan lebih lanjut. Karena bisa jadi hal itu adalah syubhat yang dihembus-hembuskan oleh para pembenci dakwah Islam.
Seperti contoh terkait paham Mujassimah (Meyakini bahwa Allah memiliki jasad seperti makhluk-Nya). Ibnu Taimiyah bahkan sampai dikafirkan oleh kalangan yang tidak menyukai dakwah beliau karena beliau dianggap melegalkan kidah Mujassimah ini. (Lihat Cobaan Para Ulama, Syeikh Syarif Abdul Aziz: 2012). Padahal dalam kitabnya, Al Aqidah Al Wasitiyah, pada pasal Al-Iman bima Washafallahu bihi Nafsahu fi Kitabihi, hlm 8, beliau sama sekali tidak berpaham Mujassimah dan menolak paham tersebut. Terkait penjelasan atas isu penghancuran situs-situs sejarah di Saudi Arabia yang dituduhkan kepada Wahabi serta lain sebagainya, memerlukan silaturahmi dan diskusi yang terbuka serta penuh persaudaraan untuk menjelaskannya secara lebih luas dan mendalam.
Setiap kelompok kaum Muslimin yang meyakini kemurnian dan kebenaran paham Ahlus Sunnah wal Jamaah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam proses pengajaran dan pergerakan dakwahnya. Ada banyak sekali kebaikan ormas-ormas Islam Indonesia yang masih keluarga Ahlus Sunnah, termasuk Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU) bagi umat dan bangsa.
Peran warga Nahdliyyin dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia amatlah besar. Di sisi lain ada banyak pula kebaikan pada gerakan dakwah Salafiyah terutama dalam dakwah pemurnian kidah Islam, di samping kekurangan yang ada pada gerakan ini; (maaf) kurang santun dalam berdakwah yang tentu saja masih bisa dan harus diperbaiki.
Akhirnya, berkaca kepada sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Umat Islam adalah elemen paling penting dan paling berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan umat Islam di tanah air ini adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Oleh karena itu sangat penting untuk mengupayakan persatuan dengan saling menghormati dan memahami di antara kelompok-kelompok Ahlus Sunnah di nusantara. Sebab, bila Ahlus Sunnah di nusantara ini tidak bersatu maka akan membahayakan keutuhan NKRI. NKRI dibangun, dipelihara dan dijaga oleh umat Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah, karena Indonesia ada dengan adanya umat Islam.
Maju dan mundurnya bangsa ini sangat bergantung kepada maju mundurnya kaum Muslimin di tanah air. Marilah kita jaga NKRI ini dengan menjaga persatuan di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan bersama-sama menyelesaikan masalah-masalah internal maupun eksternal umat demi terwujudnya Indonesia yang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.*
Penulis Ketua MIUMI Kota Bekasi dan Bidang Penelitian dan Pengkajian MUI