Hidayatullah.com–Berdasarkan data astromis, Jumat (28/5) pukul 12.18 Waktu Arab Saudi (WAS) bertepatan dengan pukul 16.18 WIB atau pukul 17.18 WITA matahari melintas tepat di atas Kakbah.
Dengan demikian, bayangan setiap benda akan menuju ke Kabah atau berimpit dengan arah Kabah di Mekah. Namun, bagi yang tidak berkesempatan mengukur arah kiblat pada Jumat sore, masih ada kesempatan pada hari Sabtu (29/5) dan Minggu (30/5) di waktu yang sama dengan toleransi plus-minus 5 menit.
“Waktu tersebut dapat dimanfaatkan untuk melakukan pengecekan dan meluruskan arah kiblat,” kata Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kementerian Agama (Kemenag) Nur Khazin, di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pengecekan dan pelurusan arah kiblat ini dapat dilakukan dengan cara mendirikan benda tegak lurus diukur menggunakan lot pada pelataran yang rata, atau gunakan benda yang berdiri tegak lainnya, seperti tiang, pintu, jendela, dan sebagainya.
Menurut Nur Khazin, pada jam yang ditentukan di atas, ditandai bayang-bayang yang terbentuk dengan sebuah garis lurus. “Maka garis lurus inilah arah kiblat di tempat yang dilakukan pengukuran,” katanya.
Sementara itu, peneliti utama astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan, bila tak yakin dengan arah kiblat yang dipakai selama ini, Jumat sore pukul 16.18 WIB adalah saat yang tepat untuk membetulkan arah kiblat.
“Jadi hari ini (Jumat), matahari akan berada tepat di atas Makkah pukul 16.18 WIB sore ini. Kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk menyempurnakan arah kiblat,” katanya, di Jakarta, Jumat (28/5).
Masih Ada Waktu
Thomas mengatakan, bagi yang tidak berkesempatan mengukur arah kiblat pada sore nanti, masih ada kesempatan pada hari Sabtu dan Minggu di waktu yang sama dengan toleransi plus-minus 5 menit.
“Masih cukup akurat dua hari dari tanggal sekarang. Waktunya toleransi 5 menit sebelum dan sesudah bisa mulai pukul 16.13 sampai 16.23,” katanya.
Bagi mereka yang berada di wilayah waktu Indonesia tengah (WITA) dan waktu Indonesia timur (WIT) waktu pengukuran bisa menyesuaikan dengan perhitungan waktu WIB.
Menurut dia, tak perlu alat khusus untuk mengukur arah kiblat tersebut. Hanya saja untuk keakurasian pengukuran dia menyarankan untuk menggunakan benda tegap semisal tiang pancang atau tiang bendera untuk mengukur arah bayangan.
Hal sama dikemukakan, pakar ilmu falak Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang Ahmad Izzudin. Dia menilai fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang penetuan arah kiblat harus mempertimbangkan faktor keilmuan dan teknologi yang berkembang saat ini.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Majelis Ulama jangan hanya sekadar mengeluarkan fatwa, bahwa penentuan arah kiblat cukup menghadap ke barat,” kata Izzudin dalam diskusi tentang penentuan arah kiblat di Semarang, Jawa Tengah, kemarin.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Ali Mustafa Yaqub menuturkan cukup banyak masyarakat yang terbantu oleh keberadaan fatwa ini. Justru yang paling utama dari penerbitan fatwa ini, lanjut dia, masyarakaat tak perlu lagi ragu dalam menjalankan ibadah shalat. “Shalat yang dilakukan tetap sah dan masyarakat tidak perlu repot-repot merobohkan mesjid untuk memperbaiki arah kiblat,” katanya.
Ketua MUI Amidhan menilai, rencana pengukuran ulang arah kiblat hanya sebagai bentuk gangguan terhadap agama Islam. MUI meminta masyarakat muslim tidak terpengaruh dengan pengukuran ulang arah kiblat. [suk/ant/hidayatullah.com]