Hidayatullah.com–Gereja Katolik-Roma Belgia masih belum memberikan kejelasan mengenai sejumlah besar skandal pelecehan anak-anak. Sebagaimana dilaporkan Radio Netherland (14/9), Senin lalu Uskup Agung Mechelen, Léonard van Mechelen, mengadakan jumpa pers yang dihadiri seluruh media Belgia. Para wartawan mengharapkan keterbukaan gereja dalam kasus ini dan juga kejelasan. Namun gereja tetap bungkam.
“Lagi-lagi tidak ada hasil satu pun,” keluh seorang wartawan Vlandria. “Mereka terus bertahan.”
“Bukan main,” kata rekan wartawan dari Walonia. Baik pers maupun publik Belgia sangat heran dengan tabir yang sampai sekarang menyelimuti gereja Katolik.
Bahkan tayangan televisi ketika Uskup Léonard dilontari berbagai pertanyaan kritis usai jumpa pers, tidak menjawab pertanyaan para pemirsa. “Memang dia mengatakan sesuatu?” tanya mereka. Satu-satunya janji dari pihak gereja adalah akan dibangun pusat untuk “pengakuan, penyembuhan, pemulihan dan rekonsiliasi.” Namun masih belum jelas, di mana, kapan dan siapa yang akan memimpinnya.
Profesor Peter Nissen, guru besar sejarah budaya reliji di Universitas Radboud, Nijmegen, tidak heran dengan ketidakjelasan gereja Katolik Belgia.
“Gereja, apalagi gereja Belgia, di mana gereja Katolik Roma memiliki posisi penguasa di bidang filsafat, sudah terbiasa menentukan undang-undangnya sendiri. Menentukan aturan main sendiri, juga soal cara komunikasi dengan lingkungan di sekitar. Dan jika kini terungkap hal-hal yang merugikan citra gereja, sulit bagi mereka untuk menanganinya.”
Apa yang diharapkan media Belgia dari konferensi pers Senin kemarin adalah, pimpinan gereja menyerahkan seluruh penyelidikan kepada pihak kehakiman. Penyerahan ke tangan penegak hukum memang bisa memberikan kejelasan dan bahkan bisa mengurangi kemarahan rakyat negara itu.
Nissen berpendapat, pihak gereja tidak bisa lagi mengingkari hal tersebut. Menurutnya sampai saat ini kekecewaan rakyat Belgia terhadap gereja begitu besar, sehingga penyerahan penyelidikan kepada pihak berwajib tidak dapat dihindari lagi. Jadi boleh dibilang ini sama dengan ‘damage control’ atau ‘untuk mengontrol dampak negatif.’
Pihak korban pelecehan di Belgia sudah berulangkali meminta agar kasus dibawa ke pihak berwajib, sekalipun sudah kadaluarsa, karena mereka menginginkan keterbukaan pihak gereja.
Menurut Nissen, langkah persatuan gereja Belgia dengan mendirikan ‘Pusat Pengakuan’ bisa disamakan dengan cara untuk mengobati luka.
“Sebenarnya tidak sejauh itu. Mereka menjanjikan sesuatu di masa depan, yang mana pihak gereja sendiri tidak tahu apa tugas-tugas lembaga tersebut. Untuk sementara ia berfungsi sebagai pusat informasi. Ya memang kedengarannya tidak jelas dan tidak tegas, juga penjelasan tentang hal ini. Sementara para korban mengatakan ‘satu hal penting adalah keadilan’.”
Nissen berpendapat sebetulnya pendirian pusat informasi itu adalah tamparan bagi para korban.
Yang menjadi pertanyaan apakah gereja Belgia bisa keluar dari krisis ini dengan selamat. Peter Nissen berpendapat krisis ini berbeda dari masalah-masalah yang dihadapi gereja Belgia sampai sekarang. Selama ini ancaman datang dari luar tubuh gereja; revolusi Prancis, Zaman Penerangan dan industrialisasi. Ancaman selalu datang dari luar.
“Krisis sekarang ini datang dari dalam tubuh gereja sendiri. Krisis itu sangat merusak kepercayaan terhadap gereja. Kemungkinan besar kepercayaan itu makin berkurang, sehingga gereja merosot menjadi suatu ikatan relijius rakyat minoritas.”
Namun menurut Nissen, satu hal sudah pasti. Harus ada keterbukaan, saat ini juga. Lagi-lagi membentuk komisi gereja yang menyelidiki sendiri gereja, hanya akan menimbulkan tawa mengejek, kata guru besar itu.[rnw/hidayatullah.com]