Hidayatullah.com— Pertemuan antara pihak pemerintah (dalam hal ini diwakili Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Bupati Sampang) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dengan pihak Syiah yang berlangsung secara tertutup di Kemendagri Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat akhir melahirkan 8 Poin Kesepakatan.
Di antara kesepakatan yang dibuat pada hari Senin (10/11/2012) itu menyangkut upaya penyelesaian masalah, ketertiban, persoalan kerukunan dan ukhuwah serta relokasi.
Misalnya, yang ikut dalam pertemuan itu sepakat melakukan upaya-upaya guna menyelesaikan permasalahan permanen untuk Kabupaten Sampang.
Pimpinan Ijabi pusat dan pimpinan ABI pusat akan berusaha memberikan dukungan untuk mewujudkan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang dan Jatim pada khususnya.
Serta pimpinan NU bersama dengan unsur NU di Jatim ikut berusaha menciptakan kondisi kondusif di Jatim.
Pihak MUI pusat bersama MUI Jatim ikut membantu mewujudkan kerukunan umat dalam rangka meneguhkan ukhuwah Islamiyah.
Pihak Pemda Jatim memfasilitasi pada pengungsi Sampang mencarikan solusi permanen terhadap masa depan para pengungsi.
Pemda Jatim memfasilitasi terhadap adanya keinginan bagi pengungsi untuk mencari penampungan sementara dengan memperhatikan kemampuan pemda.
Pemda Kabupaten Sampang bersama-sama dengan unsur forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) berupaya memberikan jaminan ketentraman dan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang.
Semua pihak sepakat melakukan dialog-dialog secara terus-menerus menciptakan hubungan harmonis internal umat Islam.
Kesepakatan juga tidak menunjukkan adanya relokasi.
“Jadi jangan diartikan ini sebagai relokasi ya. Intinya tidak ada dan kita belum sampai pada sebuah kesimpulan relokasi. Intinya pemerintah tetap tidak akan merelokasi karena mereka punya keterikatan yang kuat terhadap kultural dan sosilogis,” kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Reydonnyzar Moenek kepada pers di Jakarta Senin pagi.
Hanya saja,isi kesepakatan tersebut mendapat kritik dari Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Menurut MIUMI, isi perjanjiannya sangat umum yang justru mengabaikan akar persoalannya.
“Delapan kesepatakan perjanjian itu isinya sangat umum sekali dan belum menyentuh pada akar persoalan yang terjadi, “ ujar Sekjan MIUMI, H.Bahtiar Nasir Lc. Menurut Bahtiar, yang dimaksud akar persoalan itu adalah, ada tidaknya praktik penghinaan terhadap Sahabat-Sahabat Nabi yang justru menjadi inti masalah konflik.
“Mau nggak tidak ada penghinaan terhadap Sahabat? Dan Mau nggak tidak mengajarkan paham Syiah nya di Sampang?,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Selasa (11/09/2012) siang.*
[baca juga: MIUMI Kritik Kesepakatan Kasus Sampang antara Pemerintah dan Syiah]