Hidayatullah.com—Salah satu dari tujuh butir ‘Resolusi Ulama dan Da’i Malaysia dan Indonesia’ yang dihasilkan dari muzakarah di Jakarta hari Kamis, 9 April 2015 adalah mempertanyakan stigma dan label ‘teroris’ dan ‘radikal’.
“Muzakarah menolak kecenderungan sebagian pihak yang membuat stigma terorisme dan ekstrimisme secara khusus kepada Islam dan umat Islam. Gejala Islamophobia ini, jika dibiarkan, berpotensi menciptakan iklim konflik Islam dan non-Islam,’’ demikian salah satu butir hasil Muzakarah Serantau yang digelar oleh Yayasan Dakwah Islamiyah Malaysia (Yadim) dan Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia.
Acara muzakarah ini diikuti 50 ulama dan da’i serta intelektual Muslim dari kedua negara.
Hadir di antaranya adalah Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia Datuk Dr Zulkifli Al Bakri, Profesor Ulung ISTAC dan UIAM Tan Sri Prof Dr Mohd Kamal Hassan, Rektor Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia (UIAM) Prof Dato Sri Dr Zaleha Bt Kamaruddin, Yang Dipertua Yadim Senator Dato Sr Asyraf Wajdi Dato Haji Dusuki bersama wakilnya Dr Yusri bin Mohamad.
Juga Datuk Razali bin Shahabuddin (JAKIM), Datuk Haji Zainal Abidin (MAIWP), Dato Nik Mustapha Nik Hassan (IKIM), Dato Haji Nooh bin Gadot (MAI Negeri Johor), Prof Dato Sidek bin Baba (UIAM), Prof Datin Noor Aziah (UKM), Prof Dato Haji M Nasir Disa (UKM), dan Prof Madya M Azam M Adil (IAIS).
Peserta dari Malaysia lainnya adalah utusan dari Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), Institut Wasathiyyah, Pertubuhan Kebajikan Islam Malaysia (Perkim), Universitas Utara Malaysia, Pusat Penyelidikan dan Advokasi HAM (Centhra), dan Pertubuhan Muafakat Sejahtera Malaysia.
Dari Indonesia hadir antara lain KH Cholil Ridwan (MUI Pusat), Fahmi Salim (MIUMI), Adnin Armas (INSIST), Dr Heru Susetyo (PAHAM), H Mubarok Masoul (Istiqlal), H Amin Djamaluddin (LPPI), Amlir Syaifa Yassin dan H Ade Salamun (Dewan Da’wah), dan KH Muhyiddin Junaidi (MUI).
Acara juga dihadiri perwakilan Muhammadiyah, NU, Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Wahdah Islamiyah. Dari unsur pemerintah hadir Sekretaris Dirjen Bimas islam Kemenag Prof Muhammad Amin.
Muzakarah dibuka oleh Timbalan Perdana Menteri Malaysia YAB Tan Sri Dato’ Haji Muhyiddin Haji Mohd Yassin.
Dalam diskusi tersebut, KH Cholil Ridwan menyampaikan ‘’kebingungan’’ umat Islam awam tentang pengertian teror.
‘’Al Qur’an jelas mengajarkan teror untuk menghadapi musuh, tapi kenapa orang Islam malah dipersalahkan ketika mengamalkannya?’’ kata dia.
Menurut Cholil Ridwan, kata “teror”, dalam bahasa Arab disebut dengan “irhab”. Misalnya dalam surat Al Anfal ayat 60: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu), kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengatahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.”
Kamus Al Munawwir mendefinisikan rahiba – ruhbatan, waruhbanan, wa rahaban, wa ruhbanan sebagai khaafa (takut). Sedangan al-irhab diterjemahkan sebagai “intimidasi, ancaman”.
Ia mengutip Raghib Al Asfahani dalam Mufradaat u’jam Lialfaadhil Quran yang menjelasan kata irhab sebagai makhafatun ma’a taharruzin wa idlthirabin (ketakutan yang disertai dengan kehati-hatian dan kepanikan).
Jika kata irhab dalam bahasa Arab modern digunakan sebagai pengganti kata “teror”, kata Kiai Cholil, maka bisa disimpulkan bahwa Allah memerintahkan agar kaum Muslimin menjadi “teroris”; Yakni menimbulkan rasa takut dan gentar pada musuh-musuh Allah dan musuh kaum Muslimin.*/Nurbowo