Hidayatullah.com– Ketua Umum PP Salimah (Persaudaraan Muslimah), Siti Faizah, menegaskan organisasinya menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan-Kekerasan Seksual (P-KS).
Salah satu alasannya, di dalam RUU itu ada larangan pemaksaan perzinaan. Artinya, menurut dia, zina tidak apa-apa selama suka sama suka.
“Padahal kan dalam konsep Islam, bukan seperti itu. Kalau tidak ada tali ikatan nikah itu zina. Dan bangsa kita menganut itu. Semua agama saya rasa. Saya kira tidak hanya Islam. Kristen juga begitu. Mereka juga harus nikah di gereja. Agama lain saya rasa juga seperti itu,” jelasnya kepada hidayatullah.com Sabtu (08/03/2019) dalam rangkaian acara milad ke-19 Salimah di salah satu hotel di Jakarta Pusat.
Sebagai langkah konkret penolakan RUU P-KS, Salimah akan membuat surat penolakan RUU P-KS kepada Komisi VIII DPR RI.
Anggota dewan ini menurutnya perlu dikuatkan bahwa masyarakat menolak RUU P-KS.
Selain itu, tambah Faizah, Salimah wilayah dan daerah akan menyosialisasikan ke masyarakat akar rumput agar sadar dengan RUU ini.
“Kalau dibutuhkan pengerahan massa, bukan tidak mungkin,” ucapnya.
Salimah mengimbau para anggota dewan sebagai perwakilan masyarakat, agar menganggap penting, mencermati dan mendengar aspirasi penolakan RUU P-KS.
“Jangan sampai lengah dengan kalimat-kalimat (di dalam RUU itu) berbau kamuflase. Karena tidak lain ini semua untuk perbaikan dan masa depan generasi kita,” pesannya.
Pimpinan Salimah seluruh Indonesia sepakat menolak RUU P-KS. Kesepakatan dihasilkan setelah melakukan pembahasan RUU P-KS di rangkaian acara Milad Salimah yang diadakan pada Jumat (08/03/2019) di Jakarta.
Pembahasan RUU tersebut menghadirkan narasumber Dr Dinar Dewi Kania dari Aliansi Cinta Keluarga (AILA).
Menurut Dinar, RUU P-KS sarat dengan nilai-nilai feminisme yang diterapkan di negara liberal.
“Negara-negara itu melegalkan kebebasan seksual. Karena itu mereka menggunakan produk hukum untuk melindungi masyarakat dari kekerasan seksual. Produk hukum ini yang di “copy-paste” menjadi RUU P-KS,” ujar Dinar.
Makna kekerasan seksual dalam RUUP-KS, menurut Salimah, sarat dengan masalah. Kata hasrat seksual mengandung arti kecenderungan seksual yang macam-macam, termasuk LGBT.
Karena itu, Salimah mengajak masyarakat Islam untuk menolak RUU tersebut. Karena sejatinya, Islam tidak membutuhkan konsep kebebasan yang diajukan kaum feminis. Islam sudah menerapkan penghormatan terhadap hak-hak perempuan sejak lahir.
Salimah menuturkan, banyak contoh penghormatan Islam terhadap kebebasan wanita. Misalnya, istri Rasulullah, Khadijah, adalah seorang pengusaha sukses. Di zaman Umar bin Khattab, khalifah pernah menetapkan batasan mahar. Namun kebijakan beliau diprotes oleh seorang wanita, dan khalifah Umar menyetujui ucapan wanita tersebut.
Pada akhir acara, Sekretaris Umum Salimah Ir Reny Anggrayni membacakan rekomendasi sikap Salimah terhadap RUUP-KS: menyosialisasikan materi-materi darurat LGBT dan kajian kritis RUUP-KS ke seluruh level struktur Salimah serta mengajak seluruh komunitas Salimah yang ada untuk mendukung penolakan RUUP-KS.* Andi